Archive for February, 2010

February 28, 2010

Lawar Century

Lawar Century’
Koran Tempo 28 Februari 2010 | 00:49 WIB

Putu Setia
Ngobrol tentang kasus Bank Century dengan orang desa, asyik juga. Kepolosan mereka membuat saya makin bernafsu. Mulanya ini selingan yang menarik setelah dijejali ocehan “para pakar” dalam tayangan televisi. Lama-lama bukan lagi selingan, karena saya mulai muak dengan ocehan itu, apalagi dengan penyiar yang mirip provokator, bukan melaksanakan fungsi sebagai “penggali berita”.
Orang desa itu tidaklah ndeso amat. Ada yang saudagar sapi. Ada yang makelar mobil bekas. Ada yang profesinya–ini bermunculan di pedesaan–menerima gadaian telepon seluler. Mereka berurusan dengan bank, minimal punya tabungan–jauh sebelum Presiden SBY mencanangkan gerakan “Mari Menabung”. Suara mereka tak mungkin masuk televisi, karena “sudah dianggap terwakili” oleh segelintir orang di kota yang teriak-teriak di jalanan. Benar atau salah pendapat mereka, tentu tak sempat diuji, apalagi kebenaran sudah dimonopoli oleh beberapa politikus.
Misalnya tentang Sri Mulyani Indrawati–sungguh-sungguh mereka hafal nama lengkap Menteri Keuangan ini. Sebagai pejabat yang bertanggung jawab mengenai kestabilan ekonomi, Ibu Sri dengan cepat memutuskan mem-bail-out Bank Century agar efeknya tidak merembet ke bank lain dan mengakibatkan krisis lebih dalam. Pengalaman 1998 menjadi guru yang baik karena kekurangcermatan penanganannya.
Salah atau benarkah Ibu Sri? “Gampang sekali, lihat saja setelah 2008 itu ada krisis atau tidak? Tak ada krisis, jadi tindakannya benar, kok repot sekali,” kata juragan sapi. Bahwa ada aliran uang yang menetes ke sana atau ke sini, itu bukan urusan Ibu Sri, silakan diproses sesuai dengan hukum. Masak, Ibu Sri harus nongkrongi kasir bank?
Tentang uang Rp 6,7 triliun itu apakah membuat negara rugi? Ini uang hasil iuran bank yang memang dipergunakan untuk kestabilan. Memang sudah keluar uangnya, tapi kan bisa kembali kalau nanti Bank Mutiara, yang jadi siluman Century, sudah baik dan bisa dijual. “Nyatanya, Bank Mutiara jalan bagus, saya baru menabung di sana, kantornya di Denpasar malah makin besar di daerah elite,” kata si makelar mobil bekas. Tapi ia buru-buru menambahkan, aliran dana yang tak beres–kalau nyatanya ada–tetap mesti diusut dan diproses.
Yang menarik adalah pendapat mereka tentang Pansus Angket Century. Kesimpulan Pansus–baik sementara maupun akhir–hanya membuang-buang duit Rp 2,5 miliar, anggaran yang dipakai Pansus. Lo, kok begitu? “Semua fraksi bilang, hasil Pansus Century perlu ditindaklanjuti ke jalur hukum. Kalau hasilnya begitu, ngapain pakai hak angket? Dari dulu saja serahkan ke aparat hukum,” kata si rentenir telepon seluler.
Jadi, apa dong hasil kerja Pansus? Kata mereka, anggota Pansus hanya berupaya menaikkan citra partai. Partai Golkar paling ge-er, seolah berhasil menjadikan “panas 32 tahun dihapuskan oleh hujan dua bulan”, padahal rakyat belum tentu mudah “lupa”. Partai lainnya–yang kalah dalam pemilu lalu–mengklaim mengungkap “kebenaran sejati”, seolah partai lainnya “menutupi kebenaran”. Padahal kebenaran tak bisa dimonopoli. Kebenaran berkaitan dengan siapa pemberi informasi yang dianggap benar itu. Apakah kalangan perbankan dan pengusaha didengar oleh Pansus untuk menentukan kebenaran itu?
Lalu, kerja Pansus ibarat apa? “Membuat lawar capung,” kata mereka. Wah, ini kiasan khas Bali. Lawar itu masakan yang bumbunya banyak sekali, padahal bahan pokoknya hanya capung, serangga kecil. Jadi, masalah kecil yang bumbunya riuh, pakai nyanyi-nyanyi segala tatkala puluhan buruh teh di Jawa Barat tertimbun lumpur. Amit-amit….

February 28, 2010

Polri: 6 Kasus LC Fiktif Century Sedang Diproses

Kamis, 25/02/2010 13:31 WIB
Polri: 6 Kasus LC Fiktif Century Sedang Diproses
Aprizal Rahmatullah – detikNews

Jakarta – Bila saat mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji kasus 6 LC fiktif mentok tidak bisa diusik, kini pihak Bank Indonesia (BI) sudah membuka diri. Polri sudah mulai melakukan penyelidikan.

“Yang 6 itu masih proses, masih penyelidikan,” terang Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Ito Sumardi saat dihubungi detikcom, Kamis (25/2/2010).

Ito juga menyampaikan perkembangan kasus ini terus berjalan. BI juga kooperatif terkait kasus ini. “Sudah kita minta datanya,” terang Ito.

Sayangnya, Ito enggan mengungkap lebih jauh terkait kasus LC fiktif ini, termasuk siapa yang tersangkut. “Nanti ya, saya sedang rapat,” tutupnya.

Terkait LC ini diketahui pemilik Century, Robert Tantular, pernah memberikan fasilitas kredit perdagangan (L/C) kepada 10 debitor yang ditaksir berjumlah US$ 178 juta.

Diduga LC itu merupakan rekayasa dengan menggunakan perusahaan fiktif, yang sebagian besar fasilitas itu hanya dijamin dengan deposito antara 5-20 persen dari nilai fasilitas kredit.

4 LC ini sudah ditangani Bareskrim Polri dan digunakan untuk menjerat Robert. Sedang 6 LC, saat zaman mantan Kabareskrim Susno Duadji, pihak BI tidak memberikan data.

Terkait LC ini, pun sempat ramai mencuat kembali manakala salah seorang politisi PKS Misbakhun, yang juga inisiator kasus Century disebut-sebut terkait.

Namun soal keterlibatan Misbakhun ini PKS sudah membantahnya. Wasekjen PKS Fahri Hamzah membenarkan Misbakhun memang pernah mengajukan letter of credit (L/C) ke Bank Century pada tahun 2007. Namun L/C itu gagal bayar bukan L/C fiktif.

“Nggak ada masalah orang menjadi nasabah Bank Century. Mayoritas nasabah Bank Century itu kan orang baik,” ujar Fahri.

(ndr/asy)

February 28, 2010

Asyiknya Mengeksplorasi Keindahan Pulau Tidung

Ombak sedikit meninggi. Kapal seolah melompat. Tiba-tiba kapal berputar arah melewati Pulau Rambut.

Sungguh mengasyikkan pengalaman pertama mengunjungi gugusan Kepulauan Seribu, di tengah cuaca kurang bersahabat, persis pada hari pertama tahun baru lalu. Bersama empat teman, saya menjelajahi se- buah pulau di Kepulauan Seribu, yang sempat dijuluki Maladewa- nya Indonesia. Namanya Pulau Ti- dung. Ia terdiri atas dua pulau, yaitu Pulau Tidung Kecil dan Pulau Ti- dung Besar. Sampai saat ini Pulau Tidung Kecil tak berpenghuni. Ada- pun Pulau Tidung Besar dihuni se- kitar 4.000 penduduk, dan salah sa- tu pulau yang penduduknya terba- nyak di antara pulau-pulau di gu- gusan Kepulauan Seribu.
Pulau Tidung bisa dicapai dengan menumpang “Feri”–julukan warga setempat untuk sebuah kapal kayu berbahan bakar solar yang pan- jangnya 55 meter dengan lebar 3 meter. Jadwal pemberangkatan ka- pal dengan daya angkut sekitar 100 orang itu pada pukul 07.15 dari der- maga Muara Angke, Jakarta Utara, dengan ongkos Rp 33 ribu per orang. Karena itu, agar tak keting- galan kapal, saat subuh kami sudah meluncur ke Muara Angke dengan taksi. Cuma, kami sempat muter- muter mencari jalan masuk ke pela- buhan karena tak ada petunjuk yang jelas.

Hari masih begitu pagi, tapi ma- tahari sudah sedikit demi sedikit merangkak naik. Namun kami ber- syukur bisa menyaksikan sunrise pertama di tahun baru. Kami me- langkahkan kaki menuju kerumunan para penumpang yang akan me- nuju pulau-pulau di Kepulauan Se- ribu. Kulihat mereka berpencar mencari kapal yang akan membawa ke pulau tujuan. Beberapa penum- pang menuju kapal yang akan ber- tolak ke Pulau Pramuka, Pulau Un- tung Jawa, dan ada pula yang setu- juan dengan kami, Pulau Tidung.

Kapal yang kami cari ternyata nyempil di sebelah kapal yang lu- mayan besar dengan tujuan Pulau Pramuka. Sesampai di kapal, para penumpang mengambil posisi ma- sing-masing. Kami sengaja meng- ambil tempat di geladak kapal, tan- pa pengaman apa pun, agar leluasa melihat pemandangan. Sang kapten kapal berkali-kali meminta bebera- pa penumpang supaya berada di dalam dengan alasan keselamatan.

“Kalau cuaca baik, bisa ditem- puh dua jam, kok,” kata kapten se- belum kapal berangkat. Beberapa menit kemudian, kapal mulai me- rangkak perlahan menjauh dari dermaga Muara Angke. Awalnya perjalanan masih menyenangkan.
Namun, ketika melewati Pulau Un- tung Jawa, Onrust, dan Pulau Bida- dari, tiba-tiba “drettttttt brettt…”, kapal seolah melompat tinggi. Ter- nyata ombak sedikit meninggi, sua- sana pun tidak senyaman tadi.

Setelah kejadian serupa ber- ulang-ulang, tiba-tiba kapal berpu- tar arah melewati Pulau Rambut.
Sang awak kapal mengatakan,”Ki- ta harus menghindar dulu karena di ujung sana tidak terlihat matahari.
Pulau Tidung ditutupi kabut, mungkin juga badai.”Uhh….

Kapal lain yang menuju Pulau Pramuka, di belakang kami, mela- kukan hal yang sama. Lebih-ku- rang 30 menit kapal kami berhenti di atas laut yang tenang di dekat Pulau Rambut. Kapten naik ke ge- ladak.”Kalau ada yang mau ke Un- tung Jawa, boleh deh saya mampi- rin,”kata sang kapten, dengan gaya agak kocak. “Tapi saya dibayarin Pop Mie, ya.”

Saya dan teman-teman bersedia jika penumpang lain juga mau mampir. Tapi mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, dengan gurat kekhawatiran di wajah mere- ka. Merasa tawarannya tidak men- dapat respons, sang kapten kembali ke ruangannya dan menjalankan tugasnya kembali.
Demi mengikuti peringatan si kapten, yang berkali-kali membe- rikan warning, kami meninggalkan geladak untuk bergabung dengan penumpang lain di dalam kapal.
Belum sampai 30 menit, lagi-lagi kapal diterjang ombak, dan itu te- rus terjadi hingga kapal mendarat di dermaga Pulau Tidung empat se- tengah jam kemudian. Saya pun mabuk–kejadian pertama selama melakukan perjalanan dengan mo- da transportasi darat, laut, dan udara. Sungguh perjalanan yang rasanya tidak ingin saya ulang lagi.
Sesampain di dermaga Pulau Ti- dung, abang-abang tukang becak menawarkan jasa mengantarkan ke penginapan. Tapi kami memilih berjalan kaki menuju Losmen Pak Haji. Seraya melangkahkan kaki, saya memperhatikan sekeliling: ru- mah-rumah sederhana para pen- duduk, pohon pisang di kanan-kiri jalan, cemara hijau, jalanan seta- pak dengan paving block yang nya- man, senyum ramah para pendu- duk. Sesekali saya harus berhenti dan sedikit menyingkir guna mem- berikan ruang bagi pengendara se- peda yang tengah menyusuri pulau ini. Kami jadi kepingin juga berse- peda ria berkeliling pulau.

Setelah berjalan sekitar 200 me- ter, kami tiba di losmen yang kami pesan dari Jakarta. Kami menyewa sebuah rumah dengan satu kamar tidur, dua tempat tidur double bed.
Rumah ini memiliki tiga ruangan, dengan fasilitas kulkas, televisi , kamar mandi, serta air minum gra- tis. Berlima kami dikenai biaya Rp 250 ribu per malam.

Jika tidak ingin menginap di los- men yang lumayan mahal, pengun- jung bisa mendapatkan penginapan alternatif, yakni tinggal di ru- mah-rumah penduduk dengan bia- ya Rp 75-100 ribu per malam.

Beristirahat sebentar, makanan pun datang, dengan porsi untuk 13 orang, yang terdiri atas cumi bala- do, ikan goreng, sayuran, dan nasi, yang mesti kami bayar Rp 15 ribu sekali makan. Setelah makan, saya sempatkan tidur untuk melepas- kan kepenatan selama perjalanan di atas kapal, sambil menunggu te- man-teman salat Jumat.

Beberapa saat kemudian, pesan- an datang: alat snorkeling dan se- peda sudah siap di depan losmen.
Kegiatan yang harus asyik dilaku- kan di Pulau Tidung adalah berse- peda, menyusuri pantai dari Ti- dung Besar ke Tidung Kecil, dan tentunya menikmati pemandangan bawah laut dengan snorkeling dan berenang.

Untuk sewa sepeda, kita cukup mengeluarkan kocek Rp 10 ribu.
Adapun biaya perlengkapan snor- keling lengkap Rp 35 ribu. Pengun- jung juga bisa menyewa lifevest atau alat snorkeling saja.

Tibalah saatnya untuk mengeks- plorasi pulau yang sempat disebut- sebut sebagai Maladewa-nya Indo- nesia ini. Pulau Tidung memang mirip Maladewa, pulau di Lautan Hindia, 435 mil barat daya Sri Lan- ka. Sampai 50 meter dari pantai, lautnya masih dangkal. Laut hijau kebiruan, air jernih, beratapkan la- ngit biru cerah.

Kring… kring… kring…. gowes…
gowes. Saya sempat menertawakan diri sendiri yang berkali-kali terpe- leset akibat lupa cara mengendarai sepeda. Untung akhirnya bisa juga.
Saya jadi teringat kenangan masa kecil ketika bersepeda. Bersepeda di Pulau Tidung, kita harus berhati-hati karena sepeda- sepeda yang ditawarkan tergolong tua. Bahkan ada yang tidak memi- liki rem sama sekali. Sadel bebera- pa sepeda pun sudah tidak nyaman untuk diduduki.

Walau demikian, saya benar-be- nar menikmati bersepeda keliling pulau melewati rumah-rumah pen- duduk, sesekali bertukar senyum dengan mereka, menikmati semilir angin dan deru ombak. Dari keja- uhan, saya menatap keindahan cip- taan Tuhan: hamparan laut biru kehijauan yang luas, berpadu pa- dan dengan langit biru cerah dan pepohonan rindang di kiri-kanan jalan.

Saya terus mengayuh sepeda me- nuju sebuah pulau tanpa penghuni nan eksotik, yaitu Pulau Tidung Kecil. Nah, Pulau Tidung Kecil ter- kenal dengan pasir putihnya. Di si- ni juga merupakan spot menarik untuk melakukan snorkeling.

Untuk mencapai Tidung Kecil, dari Pulau Tidung Besar, kita harus melewati jembatan yang panjang- nya lebih-kurang 2 kilometer. Ada- kalanya sepeda pun mesti kita jin- jing. Bersepeda di atas jembatan yang lebarnya mungkin hanya 1,5 meter ini bisa menjadi sebuah pengalaman tak terlupakan. Ada dua pilihan: tetap mengayuh sepe- da dengan perasaan deg-degan ka- rena ada beberapa bagian dari jembatan yang bolong tanpa peng- aman atau berjalan berjejer sambil mendorong sepeda. Kalau bersama pasangan, pasti sangat romantis.
Sambil berjalan atau mengayuh se- peda, kita tidak akan pernah luput dari pemandangan bawah laut yang terdapat di kanan-kiri jembaKecil dan Tidung Besar. Kami pun harus kembali ke penginapan de- ngan mengayuh sepeda.

Malam semakin larut. Kesunyian menyelimuti Pulau Tidung Besar.
Berbaur dengan penduduk, saya sempat mendengar perbincangan mereka yang resah akan hasil tang- kapan ikan. Sementara itu, di su- dut lain, saya menyaksikan pendu- duk yang masih terus bekerja membuat sebuah kapal walaupun hari sudah larut. Sebuah gambaran perjuangan hidup di sebuah pulau cantik yang penuh potensi namun belum banyak terekspos.

Keesokan harinya, kami harus kembali ke Jakarta. Kekhawatiran akan cuaca buruk pupus tatkala melihat matahari pagi yang sa- ngat indah di ufuk timur dengan warna merah keemasan yang di- pantulkan seolah berkata bahwa esok hari cuaca akan sangat ber- sahabat.

EGITA PAULINE, PENIKMAT PERJALANAN, TINGGAL DI JAKARTA

February 28, 2010

Dharma Lautan rambah bisnis hotel di Lombok

Dharma Lautan rambah bisnis hotel di Lombok
Minggu, 28/02/2010 20:01:24 WIBOleh: Yuristiarso Hidayat
SURABAYA (bisnis.com): PT Dharma Lautan Utama (DLU) mulai mengembangkan bisnis usaha ke sektor perhotelan dengan mengakusisi sebuah hotel bintang tiga di Pulau Lombok, Graha Beach Senggigi menyusul kesuksesan pengelolaan sedikitnya 31 unit kapal penyeberangan untuk sejumlah lintasan selama 34 tahun.

Direktur Utama PT DLU Bambang Harjo S. mengatakan manajemennya memang berupaya terus memperluas jaringan usaha, yang tentunya masih terkait dengan bisnis jasa layanan.

“Core business PT DLU memang jasa penyeberangan antarpulau, namun manajemen kini tidak terpaku hanya menggeluti sektor itu,” ungkap Bambang pada Ulang tahun ke-34 PT DLU di Surabaya kemarin.

Bisnis lainnya juga telah dirambah seperti usaha galangan kapal melalui PT Adiluhung Sarana Segara Indonesia di Socah, Bangkalan. Kini juga merambah bisnis perhotelan
Bisnis perhotelan itu, kata Bambang, memang baru ditekuni awal tahun ini dengan mengakuisisi Hotel Graha Beach Senggigi di Mataran, Nusa Tengara Barat.

Hotel yang diambilalih itu berbintang tiga di kawasan wisata terkenal pulau Lombok yaitu pantai Senggigi. Hotel itu memiliki sedikitnya 42 unit kamar. “Rencananya pengelolaan hotel itu sebagai bagian untuk kenyamanan layanan bagi para costumer penyeberangan, karena DLU juga punya rute Padangbai (Bali)-Lembar (Lombok),” ujar Bambang tanpa menyebutkan nilai investasinya secara rinci.

Ekspansi usaha di jasa perhotelan itu, kata Bambang, khususnya di wilayah NTB masih menjanjikan karena provinsi itu kini sektor pariwisatanya berkembang pesat seiring perkembangan wisata Bali.

Bambang menegaskan pihaknya dalam jangka pendek akan segera melakukan sejumlah pembenahan termasuk rencana penambahan kamar. Jumlah kamar akan ditambah dari 42 unit menjadi 72 unit sehingga daya tampungnya akan semakin besar. “Nilai investasinya masih dihitung, sejak Januari 2010 hotel itu telah jadi anak perusahaan DLU,” ungkapnya.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, PT DLU sebelumnya telah mengakuisisi PT Adiluhung Sarana Segara Indonesia yang bergerak diusaha pembuatan kapal dan perawatan kapal, anak perusahaan DLU itu juga telah mampu memenuhi kapal pesanan Kementrian Perhubungan. Jumlah kapal feri yang dimiliki berjumlah 31 unit yang beroperasi di sejumlah lintas penyeberangan pendek dan panjang seperti Ujung-Kamal, Ketapang-Gilimanuk, Padangbai-Lembar, Merak-Bakuheni, Kalianget-Jangkar-Sapudi-Kangean. (k21)

February 28, 2010

Politikus Dituding Membarter dengan Kasus Mereka

Koran Tempo 28-2-2010
Dugaan LC bodong politikus PKS dilaporkan ke polisi.

— Anggota staf khusus Presiden, Deny Indrayana, menu- ding sejumlah politikus partai berupaya membarter hasil angket Century dengan kasus hukum mereka. Menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono me- nampik cara ini.”Dengan jelas Presiden mengatakan tak bisa,” kata Deny di Jakarta kemarin.
Deny mengatakan, upaya itu sangat jelas terlihat menjelang kesimpulan akhir Angket Centu- ry yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR pekan depan. “Saya mendengar dan mengeta- hui, memang ada upaya dari partai tertentu untuk menego- siasikan antara proses penega- kan hukum dan posisi mereka dalam angket Century,” ujarnya.

Saat ini ada beberapa kasus yang merepotkan para politikus, termasuk Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Salah satu perusahaan Grup Bakrie, PT Kaltim Prima Coal, dijerat kasus pajak triliunan rupiah. Lalu, ada kasus impor beras Vietnam yang menyeret nama Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto. Se- mentara itu, sejumlah politikus PDI Perjuangan dijerat dalam kasus cek pelawat.

Hanya, politikus Senayan ra- mai-ramai menampik tudingan tersebut. Anggota Panitia Ang- ket dari Fraksi PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, mengaku tidak tahu. “Saya tidak pernah dengar dan tidak percaya karena itu tak masuk akal,” kata dia.

Bantahan senada datang dari Partai Golkar. “Itu tidak benar.
Tak ada barter-barteran,” kata Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso kemarin.

Partai Persatuan Pembangun- an pun menampik soal barter itu. “Enggak bener,” kata Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Syaifuddin. “Kalau itu terjadi, berarti KPK bisa dipolitisasi.”

Kemarin anggota staf khusus Presiden bidang penanganan bencana, Andi Arief, juga meng- ungkap kasus M. Misbakhun, inisiator angket Century dari Fraksi PKS. Menurut dia, Mis- bakhun memiliki letter of credits (LC) senilai US$ 22,5 juta yang dikeluarkan oleh Bank Century atas PT Silalang Prima Internu- sa. Arif mengaku sudah menge- cek ke pabean soal ekspor gan- dum PT Silalang ke Arab Saudi itu, yang ternyata bodong.

Arif mengaku sudah melapor- kan soal ini ke polisi dan Satuan Tugas Mafia Hukum.

Misbakhun menampik tuding- an itu. “LC saya aktif, tidak fiktif.
Tanyakan saja pada Bank Mutia- ra,” kata Misbakhun. Dia juga menilai bukan porsinya Arif bica- ra soal ini. “Orang seperti ini layak dipecat,” kata Misbakhun.

EKO ARI WIBOWO | FEBRIANA FIRDAUS | KARTIKA CANDR

February 28, 2010

Andi Arief Kantongi Restu Presiden SBY Laporkan Misbakhun

Andi Arief Kantongi Restu Presiden SBY Laporkan Misbakhun
Sabtu, 27 Februari 2010 | 22:57 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta – Staf Khusus Presiden Andi Arief mengatakan dirinya telah mendapat restu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membeberkan kasus Letter of Credit fiktif senilai US$ 22,5 juta milik Misbakhun di Bank Century. Misbakhun adalah politikus Partai Keadilan Sejahtera yang merupakan salah satu inisiator hak angket Century.

“Laporkan saja, saya tidak akan intervensi,” kata Andi menirukan penuturan Presiden Yudhoyono ketika dihubungi Tempo, Sabtu (27/2). Andi yakin L/C Misbakhun bodong. Ia mencontohkan temuan soal adanya transaksi dengan salah satu bank nasional di Arab Saudi menyangkut ekspor-impor gandum pada 2008 lalu.

“Data yang saya dapat di Pabean, transaksi dengan salah satu bank di Arab Saudi itu tidak pernah ada,” kata Andi. Menurutnya, ekspor impor gandum dengan Arab Saudi itu hanya satu dari sekian transaksi fiktif yang dimiliki Misbakhun. “Anda (wartawan) bisa cari sendiri di Pabean,” katanya lagi.

Sebelumnya, Andi dikritik habis-habisan oleh Misbakhun. Misbakhun menyebut Andi sebagai penjilat dan berencana akan melaporkan staf presiden bidang bencana ini atas tuduhan pencemaran nama baik. Tapi Andi tidak jera,” Silahkan, saya merasa tidak salah posisi, saya sebegai warga negara Indonesia berhak melaporkan ini,” katanya.

February 28, 2010

Jateng tambah ekspor buah

Jateng tambah ekspor buah
Minggu, 28/02/2010 21:31:12 WIBOleh: Imung Yuniardi

SEMARANG (Bisnis.Com): Dinas Pertanian Jateng optimistis mampu menambah volume ekspor sejumlah komoditas buah ke China pascapemberlakuan ACFTA pada Maret. Saat ini Jateng telah mengekspor 422 ton salak ke China.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jateng Aris Budiono mengungkapkan salak yang telah diekspor ke China adalah varietas Nglumut.

“Itu nama daerah di Kabupaten Magelang. Kualitas Salak Nglumut maupun varietas buah khas Jateng lainnya tidak bisa disamai karena jenis tanah, iklim dan airnya harus sama persis dengan daerah asal. Itulah yang membuat kami optimistis justru pasca-ACFTA akan makin bisa menggenjot ekspor buah,” jelasnya kepada Bisnis kemarin.

Selama ini menurutnya, rintisan ekspor buah dan sayur dari Jateng dilakukan secara pasif yaitu menunggu order dan menyesuaikan spesifikasi buah dan sayur sesuai order tersebut. Rencananya Pemprov Jateng akan lebih agresif mengekspor buah dan sayur.

“Apalagi sudah ada jaminan penyerapan pasar dari beberapa kedutaan besar seperti di Singapura misalnya,” lanjutnya.

Potensi produksi Salak Nglumut yang berkualitas ekspor di Jateng mencapai lebih dari 5.000 ton per tahun dari sekitar 500 hektare lahan teregistrasi yang pengelolaannya didampingi secara khusus oleh Dinas Pertanian. Pendampingan tersebut mulai dari penyediaan benih, panen, pengemasan hingga pemasaran produk.

Selain Salak Nglumut, metode serupa juga diterapkan untuk komoditas lain. Melon misalnya, telah diekspor ke Malaysia dan China, demikian juga dengan Buncis Perancis, kentang dan bayam ke Singapura.

“Selama ini memang potensi buah dan sayur Jateng justru disadari oleh pihak di luar daerah, sehingga semua eksportir produk tersebut bukan dari Jateng,” ujarnya.

Aris juga menyayangkan tiadanya layanan kargo oleh maskapai penerbangan yang melayani rute Semarang ke luar negeri.

“Akhirnya kebanyakan dikirimkan dari Yogyakarta selain memang mayoritas daerah produsen ada di Jateng selatan. Namun seandainya bisa dari Semarang daerah pantura juga bisa mengembangkan komoditas khas mereka sehingga selain berkualitas, produk buah dan sayur Jateng bisa lebih massif,” jelasnya.

Potensi ekspor tersebut memicu Pemprov Jateng memperluas areal penanaman komoditas unggulan. Yang segera direalisasikan adalah 3.000 hektare lahan baru untuk ditanami kedelai.

“Kita kerja sama dengan Perhutani. Perluasan lahan di wilayah ini memang yang paling mungkin melalui kerja sama dengan Perhutani PTPN IX,” dan tuturnya.(K44/abr)

February 28, 2010

Singapura digandeng untuk hidupkan Kota Maja

Minggu, 28/02/2010 21:09:01 WIBOleh: A. Dadan Muhanda
JAKARTA (Bisnis.com): Kementerian Perumahan Rakyat menggandeng Singapura untuk mengembangkan kota kekerabatan Maja di Banten yang sudah telantar hampir 12 tahun.

Asisten Deputi Sistem Pengembangan Kawasan Deputi Menpera Bidang Pengembangan Kawasan Hazadin Tende Sitepu mengatakan bahwa pemerintah Singapura melalui lembaga Singapore Urbanizing Asia (Surbana) Corporation dan Singapore Corporation Enterprise (SCE) yang dibantu Bank Dunia akan mengkaji ulang rencana induk kawasan yang akan dikembangkan menjadi kota mandiri baru sebagai penyangga Ibu Kota Jakarta.

Kawasan permukiman di wilayah DKI Jakarta sudah terlalu padat. Untuk itu diperlukan pengembangan untuk hunian masyarakat di Kota Kekerabatan Maja. “Singapura akan membantu mengkaji ulang master plan, ” ujarnya saat memberikan penjelasan kepada perwakilan dari Bank Dunia, SCE dan Surbana, pekan lalu.

Penjajakan kerja sama ini adalah tindak lanjut dari kunjungan delegasi Kemenpera dengan Bank Dunia ke Singapura tanggal 7-8 Desember 2009 lalu, serta tindak lanjut nota kesepahaman kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Singapura.

Menurut Hazadin, kawasan Kota Kekerabatan Maja memiliki potensi untuk dikembangkan. Pasalnya selain harga tanah yang masih cukup murah, wilayah tersebut juga mudah dijangkau oleh masyarakat karena adanya akses transportasi seperti kereta api serta jalan yang cukup memadai. Kota Kekerabatan Maja sendiri berada di tiga wilayah yakni Banten, Tangerang dan Bogor.

Ide pengembangan kota kekerabatan Maja menjadi kawasan baru terpadu dicetuskan saat Menteri Perumahan dijabat Akbar Tandjung. Ide ini kemudian ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 02/KPTS/M/1998 yang menetapkan Kota Kekerabatan Maja sebagai suatu kawasan yang siap dibangun untuk perumahan dan permukiman bagi masyarakat.

Namun demikian, sejak krisis tahun 1998 yang melanda Indonesia, perkembangan Kota Kekerabatan Maja yang memiliki luas sekitar 10.900 hektar menjadi sangat lambat. Sejumlah developer nasional bahkan sudah menguasai beberapa hektare lahan di ilayah tersebut.

“Kami berharap Surbana, SCE dan Bank Dunia bisa membantu Kemenpera dalam pengembangan kawasan itu. Sebab faktanya hingga saat ini baru sekitar 3.000 rumah yang dibangun dari target sekitar 545.000 unit,” terangnya.

Sementara itu, Program Direktur World Bank Singapura Kamran Khan menjelaskan, pihaknya melihat potensi pengembangan kawasan di Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah. Bank Dunia akan melakukan kajian terlebih dulu sebelum melakukan investasi di Kota Kekerabatan Maja.

“Kerja sama antara Singapura dan Indonesia telah berjalan sejak lama. Kami harap program kerjasama di bidang perumahan dan permukiman bisa lebih ditingkatkan dan berkesinambungan,” tandasnya. (ln)

February 28, 2010

Kerja Sama Kilang itu Berakhir Sengketa

Hadi Suprapto
JUM’AT, 26 FEBRUARI 2010, 08:05 WIB
VIVAnews – Kasus kilang elpiji Babelan, Tambun, Bekasi sampai saat ini belumlah usai. Memang, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi telah menunjuk PT Pertamina (Persero) mengelola kilang itu menggantikan PT Odira Energy Persada yang tak memiliki izin.

Data yang diperoleh VIVAnews, PT Maruta Bumi Prima mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Hasilnya Maruta memenangkan putusan itu. Maruta juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hasilnya Maruta juga menang.

Berikutnya, Pemda Bekasi mengajukan banding. Hasilnya, lagi-lagi Maruta memang melalui Putusan Peninjauan Kembali MA No. 571 PK/PDT/ 2008. Demikian di tingkat Kasasi, putusan MA pada 29 September 2009 juga memenangkan Maruta.

Semua kasus hukum ini terjadi akibat adanya pemutusan Pejanjian Kerja Sama antara PT Bumi Bangun Wibawa Mukti (BUMD Bekasi) dan PT Maruta Bumi Prima, selaku rekanannya.

Kabupaten Bekasi memiliki sumber daya migas cukup melimpah. Setidaknya Bekasi memiliki belasan sumur yang eksplorasi PT Pertamina EP. Hasilnya 30.000 barel ekuivalen minyak per hari mengalir.

Dari pengeloaan minyak ini, Pemda Bekasi memanfaatkan gas buang (flare) sebagai bahan baku elpiji. Namun karena BUMD belum memiliki pengalaman dalam pengolahan gas, maka dilakukan tender guna mencari mitra kerja.

Tender yang dilakukan pada 16 Juni 2003 itu diiukuti 18 perusahaan. Muncullah PT Elnusa Petro Teknik sebagai pemenang. Lalu disusul PT Maruta Bumi Prima sebagai pemenang kedua. Setelah melewati beberapa proses, ternyata Elnusa tidak mampu memenuhi persyaratan dan diangap wanprestasi.

Elnusa akhirnya dinyatakan gagal menjalankan Perjanjian kerja sama dengan Pemda Bekasi. Keterlambatan pembangunan fasilitas yang berakibat pada terlambatnya konstribusi bagi PAD dan tidak segeranya dimanfaatkan gas tersebut disebabkan karena belum ad akesepakatan Perjanjian Jual Beli Gas dengan pihak Pertamina dan PT Bina Bangun Wibawa Mukti.

Dampak pengakhiran kerja sama itu, membuat Bina Bangun harus mengangkat pemenang kedua, Maruta, sebagai rekanan. Namun, sesuai dengan kesepakatan, Maruta harus mengganti biaya konpensasi kepada Elnusa sebesar Rp 5 miliar. Kompensai itu disanggupi Maruta.

Selanjutnya pada 13 Februari 2004, dibentuklah perusahaan patungan antara kedua perusahaan itu dengan nama PT Bumi Wibawa Maruta. Kepemilikan sahamnya 85 persen Maruta dan 15 persen Bina Bangun.

Keruwetan terjadi setelah Saleh Manaf yang menggantikan Wikanda sebagai Bupati Bekasi. Saat itu, DPRD Bekasi juga menolak perjanjian kerja sama BUMD-Maruta. Alasannya, Maruta berpotensi menguasasi seluruh minyak dan gas yang ada di Kabupaten Bekasi. “Saya paham, itu merugikan pemda,” kata Saleh Manaf melalui sambungan telepon, Kamis malam, 25 Februari 2010.

Bupati Saleh Manaf pun mengeluarkan SK Pemutusan Kerja Sama Bina Bangun- Maruta. Surat dengan Nomor 542/Kep.128A-Huk/2004 itu keluar pada 6 Mei 2004.

Lalu, Pemda dengan penguatan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 76.Kl1 0/MEM/2008 tanggal 5 Juni 2008 tentang Izin Usaha Pengolahan Gas Bumi menunjuk PT Odira Energy Persada, menggarap kilang itu menggantikan Maruta.

hadi.suprapto@vivanews.com

http://www.vivanews.com

February 28, 2010

Soal Century, Konstitusi Jewer Presiden

28/02/2010 22:06

INILAH.COM, Jakarta – Pemerintah diminta untuk tidak takut terkait gonjang-ganjing Pansus Angket Bank Century. Karena bukan untuk menjatuhkan Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani. Apalagi konstitusi hanya ingin menjewer Presiden SBY.
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin mengatakan sebenarnya pemerintah tidak perlu takut dengan proses yang terjadi di pansus. Karena hal tersebut sudah diatur jelas dalam konstitusi. “Sekarang ini konstitusi sedang menjewer presiden. Dan konstitusi itu sedang gentayangan di pansus,” katanya di Jakarta, Minggu (28/2).
Jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyandarkan diri pada konstitusi, menurut dia, semua bisa diselesaikan dengan baik. Presiden, lanjut Irman, juga tidak perlu takut dengan pemakzulan, karena hal itu sebuah proses dan bukan akhir dari persoalan.
Ia menegaskan, jika presiden bisa mengelola dengan baik belum tentu akan berakhir dengan jatuhnya Boediono dan Sri Mulyani. “Kalau persoalan i

ni bisa dikelola dengan baik oleh Presiden SBY. SBY bisa menjadi legendaris,” imbuh Irman.
Dijelaskan Irman, sebenarnya presiden bisa mencari jawabannya di konstitusi bukan dengan mencari-cari kesalahan orang. Ia menyarankan, terkadang untuk mengubah sebuah bangsa tak perlu rakyat harus turun ke jalan tetapi konstitusi yang menjewer sekuatnya, sehingga kekuasaan menangis.
“Tapi itu semua membuat kita sadar dan tahu kesalahan kita,” ungkapnya.
Karena itu, Irman mengharapkan, jika nanti Presiden SBY benar-benar berpidato menanggapi kasus Bank Century ini, dia berpidato sebagai seorang pemimpin bukan sebagai seorang presiden yang berusaha segala cara mempertahankan kekuasaannya. [*/jib]