JAKARTA, KOMPAS — Beberapa daerah di Tanah Air terancam pemadaman listrik. Hal ini terjadi karena PT Pertamina menghentikan pengiriman solar untuk PT Perusahaan Listrik Negara sebagai akibat PT PLN belum membayar utang pembelian solar.PT Pertamina Wilayah VIII mengurangi 30 persen pasokan solar untuk PT PLN dari 25.000 kiloliter solar yang dibutuhkan oleh beberapa provinsi, yaitu Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

General Manager PLN Wilayah Papua dan Papua Barat Robert Sitorus di Jayapura, Senin (11/8), mengatakan, pengurangan pasokan solar akan menyebabkan pemadaman listrik terjadi di beberapa tempat di Papua.

”Pada hari ini saja, kami telah mengalami kekurangan sebanyak 186.000 liter solar untuk empat pembangkit listrik tenaga diesel di wilayah Sentani, Waena, Yarmok, dan Nabire. Setiap hari kami harus menggunakan 700.000 liter solar,” ujar Robert.

General Manager PT PLN Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (WS2JB) Paranai Suhasfan menyatakan, pemadaman bergilir di wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu kemungkinan terpaksa dilakukan di daerah yang berbatasan langsung dengan Sumatera Barat.

Tiga pembangkit di Sumatera Utara, yakni PLTD Tanjung Morawa, PLTD Kualanamu, dan PTLD Glugur, yang berdaya total 90 megawatt, berhenti beroperasi karena kehabisan bahan bakar minyak. Kondisi tersebut semakin memperparah krisis listrik di Sumatera Utara yang angka defisitnya telah mencapai 400 megawatt.

Kepala PLN Area Palu Novalince Pamuso di Palu, Sulawesi Tengah, mengatakan, listrik di Palu sebagian besar disuplai oleh pembangkit listrik tenaga diesel. Ada dua unit pembangkit listrik tenaga uap. ”Dampak yang terasa akan dialami Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Parigi Moutong karena daerah ini berada dalam satu jaringan listrik,” ujar Novalince Pamuso.

Sementara itu, meski harga solar untuk pembangkit listrik periode Juli-Desember 2014 telah disepakati, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) diminta kembali duduk bersama. Hal itu karena harga tersebut harus didiskusikan dulu dengan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan agar bisa digunakan.

Di Jakarta, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan enggan mengomentari lebih jauh masalah kedua BUMN sebab kedua belah pihak memiliki dasar hukum masing-masing. ”Saya tidak mau menyalahkan yang benar karena kedua-duanya benar,” ujar Dahlan.

Dahlan optimistis permasalahan ini bisa segera terselesaikan sebab persoalan ini hanya tawar-menawar yang ada titik temunya. (A04/A10/WSI/PRA/FLO/IRE)