MUI Temukan Kejanggalan Pengebom Samarinda: “Masa Mau Ngebom Bawa KTP?”


Kebiasaan ingin menang sendiri dan menyalahkan orang lain.. ini adalah budaya dari kelompok fundamentalis garis keras.. Kagak ada yang salah dengan ajarannya , yang salah adalah orang lain dan yang tidak sejalan dengannya !

Nah jika ada peristiwa teror… tidak heran reaksi mereka  selalu klise dan  berteori konspiratif…, Ada aja.. mulai soal pengalihan isu Ahok, operasi intelijen (untuk menyudutkan Islam)  dll..  Coba ya, bom teror sih bukan pertama kali.. Dulu pas bom Bali..gerombolan garis keras berteori  mulai dari bom nuklir mini sampai soal CIA, Mossad,  yang jadi aktornya Mereka menutup mata sama kemampuan si Amrozi cs yang ternyata punya kemampuan membuat bom yang dahsyat..

 

Bukan melihat atau introspeksi kenapa banyak umat Muslim yang bodoh dan doyan melakukan tindakan kekerasan. Kenapa umat mudah dibodohi oleh ustadz yang seenak udel menafsirkan kitab suci Al Quran.. dan diam diam mendukung aksi terorisme.. Padahal aksi terorisme itu adalah bentuk penistaan agama yang paling absolut ! Kok nggak pada ribut atau berunjuk rasa.. ala demo 4/11 kemarin ya.. cuek aja..dan asik berteori konspirasi..

 

Itu deh jawab.. jangan mudah langsung berteori konspiratif.

 

dari eramuslim.com

 

MUI Temukan Kejanggalan Pengebom Samarinda: “Masa Mau Ngebom Bawa KTP?”

0

Redaksi – Senin, 14 Safar 1438 H / 14 November 2016 15:53 WIB

wasekjen mui chinaEramuslim.com – Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat Tengku Zulkarnain mencium ada keganjilan dalam aksi teror pengeboman gereja di Samarinda. Karena itu, menurutnya, polisi harus betul-betul menyelidikinya dengan benar dan transparan.

Menurut Tengku, penyelidikan tersebut jika tidak dengan profesional, sungguh-sungguh, dan transparan, bisa jadi akan menimbulkan banyak gejolak di tengah masyarakat. “Ada sesuatu yang ganjil. Ya masa ada pengebom bawa KTP. Kalau orang bunuh diri mana mau dia bawa identitas,” kata Tengku saat dihubungi Republika, Senin (14/11).

Tengku juga meminta masyarakat mewaspadai isu di media sosial yang ramai membicarakan seolah-olah teros bom tersebut terjadi karena demo 411. Padahal, isu tersebut sangat tidak benar. Isu tersebut hanyalah ulah ‘penghianat bangsa’ yang ingin memanfaatkan situasi demi mengadu domba bangsa Indonesia.

“Jadi polisi harus bertindak transparan, profesiobal dan tegas. Jangan dimanfaatkan oleh “penghianat bangsa” yang mau memanfaatkan situasi mengadu domba bangsa ini,” ujar Tengku.

Seperti diketahui, ledakan bom molotov terjadi di depan Gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, Ahad (13/11). Saat menjalankan aksinya, pelaku mengenakan kaos bertuliskan ‘Jihad Way of Life’. Ledakan bom molotov tersebut melukai lima orang dimana empat orang diantaranya adalah anak-anak, dan salah satunya meninggal dunia.(yk/rol)

++++++++++++++++++

Kisah Dalang Bom Samarinda, Mantan Napi & Tinggal di Masjid

MINGGU, 13 NOVEMBER 2016 | 20:05 WIB

Kisah Dalang Bom Samarinda, Mantan Napi & Tinggal di Masjid  

Juhanda alias Jo (kanan). TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta – Pelaku bom Gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, hari ini, 13 November 2016, sekitar pukul 10.00 Wita, bukanlah orang baru dalam peledakan bom. Pelaku merupakan mantan narapidana teror bom Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Tangerang pada 2011.

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan pelaku bernama Joh alias Juhanda alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia, 32 tahun, pernah menjalani hukuman pidana 3,5 tahun pada 2012 dan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 Juli 2014.

“Pelaku sudah ditangkap. Percayakan kepada penegak hukum untuk menangkap jaringannya,” kata Tito kepada Tempo, Ahad, 13 November 2016.

Baca: Kapolri: Pelaku Bom Samarinda Eks Narapidana Bom Puspitek

Juhanda merupakan anggota kelompok pelaku teror bom buku yang dipimpin Pepi Fernando. Kelompok ini melakukan aksi-aksi mereka pada Maret 2011. Pepi Fernando divonis hukuman penjara 18 tahun pada awal Maret 2012.

Tak diketahui apa aktivitas Juhana setelah dibebaskan dari penjara pada 28 Juli 2014. Belakangan Juhana tinggal di sebuah masjid di Kelurahan Sengkotek, di sekitar  Gereja Oikumene.

Juhana juga bergabung dengan kelompok Jemaah Ansyarut Tauhid (JAT) yang didirikan Abubakar Baasyir, terpidana kasus terorisme yang sudah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ketika dia mendekam di Nusakambangan. Pada 16 April 2016, pemilik Pesantren Ngruki, Sukoharjo, itu dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. “Kami akan kembangkan penyidikannya,” ucap Tito.

Dalam tulisan Tempo berjudul Buku Rumus Kimia Bom di Rumah Komplotan Pepi pada 29 April 2011, disebutkan pada 27 April 2011, Densus meringkus tujuh orang yang diduga terkait dengan kelompok Pepi Fernando. Enam orang ditangkap di Desa Gle Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar, sedangkan seorang lagi belum diketahui di mana ditangkap.

Baca: Densus 88 Periksa Juhanda, Pelaku Bom Gereja Samarinda

Penangkapan ini merupakan ujung dari temuan bahan peledak dan sisa rangkaian bom di halaman belakang rumah kontrakan kediaman tersangka Muhammad Fadil di Jalan Panglaten, Merduati, Banda Aceh, Selasa lalu, sekitar pukul 20.30 WIB.

Salah satu yang ditangkap adalah Juhanda, kelahiran Bogor, dengan alamat KTP di Perumahan Citra Kasih Blok E Nomor 030, Neohon, Kelurahan Masjid Raya, Kabupayen Aceh Besar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Lima lainnya adalah Mzki, 35 tahun, warga Merduati; M. FSAL MAT (33), warga Aceh Tamiang; M. Nsr. SYR (30), warga Lhokseumawe; MAHdN (24), warga Lhokseumawe; dan T. Zul (35), kelahiran Pekanbaru. Menurut Iskandar, T. Zul masuk daftar pencarian orang Densus 88.

Baca: Menteri Tjahjo Bicara Soal Bom Gereja Samarinda

Menurut sumber Tempo yang ikut dalam penangkapan, sebagian besar mereka diringkus di Desa Gle Gurah. Juanda ditangkap di desa lain di kecamatan yang sama. Juanda diduga salah seorang tersangka yang melarikan diri ketika polisi menciduk Pepi, Fadil, dan Zokaw di rumah Fadil di Desa Merduati, 21 April 2011.

Setelah menangkap Juanda, polisi menemukan sebuah karung berisi amonium nitrat dan belerang di sebuah gubuk milik Fadil di Gle Gurah. Polisi juga menyita barang bukti berupa belerang dan aluminium dalam karung, garam dapur, pupuk urea (total 15 kilogram), sebuah buku dengan tulisan rumus-rumus bahan kimia, setrika, bohlam senter yang dipasangi kabel, dan lain-lain.

Ada pula jam dinding bertulisan Bendera Kerajaan Islam Aceh Darussalam, alat tumbuk tepung, gerinda, serta paku dan baut dalam daftar barang bukti yang dibawa polisi.

Baca: Bom di Gereja Oikumene, Teror Pertama di Samarinda

Dalam serangkaian aksi terorisme yang diduga dilakukan komplotan Pepi Fernando, polisi telah menetapkan 17 tersangka. Pepi Fernando alias M. Romi alias Ahyar dan Hendi Suhartono alias Zokaw diduga menjadi otak dan pelaku utama bom buku, bom Puspiptek, hingga bom dekat pipa gas Serpong.

Deni Carmelita, istri Pepi, dan juru kamera televisi swasta, Imam M. Firdaus, juga menjadi tersangka.

ERWIN Z.

BOM GEREJA: Bocah-bocah Ceria Bermain, lalu Blaar!

MINGGU, 13 NOVEMBER 2016 | 20:45 WIB

BOM GEREJA: Bocah-bocah Ceria Bermain, lalu Blaar!  

Sepeda motor milik terduga pelaku ledakan terparkir di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, 13 November 2016. ANTARA/Amirulloh

TEMPO.CO, Samarinda – Juhana alias Jo diduga melempar bom molotov tepat di kerumunan sejumlah anak berusia di bawah lima tahun yang bermain di teras Gereja Oikumene, Jalan dr Cipto Mangunkusumo, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, pada Ahad siang tadi, 13 November 2016.

Bom rakitan berupa botol yang diisi bahan bakar itu kontan membakar tubuh empat balita yang tengah menunggu orang tua mereka, jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Samarinda Seberang, meninggalkan gereja setelah kebaktian selesai.

Mawarni Hutahayan, jemaat HKBP, menceritakan bahwa suara letupan terdengar dari dalam gereja ketika jam dinding menunjukkan pukul 09.50 Wita. Jemaat yang sebelumnya tengah bersalaman sebelum pulang pun panik. “Saya sudah berjalan menuju pintu keluar, tiba-tiba ada ledakan di teras gereja,” kata Mawarni.

Baca: PBNU Kutuk Pelaku Pengeboman Gereja

Tiba-tiba Mawarni teringat bahwa di teras gereja banyak anak jemaat yang bermain. Ketika jemaat keluar gereja, Mawarni menerangkan, yang terlihat hanya asap tebal di teras. Setelah asap menipis, barulah terlihat anak-anak yang jadi korban tindakan Juhanda.

Benar saja, anak-anak itu bermain tepat di lokasi lemparan bom. “Saya sempat shock,” tutur Mawarni.

Anak-anak yang jadi korban adalah Intan Olivia Banjarnahor, 2,5 tahun, Alvaro Aurelius Tristan Sinaga (5), Trinity Hutahayan (3), dan Anita Isabel Sihotang (2). Intan dan Trinity mengalami luka bakar hampir di sekujur tubuh.

Mereka segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, yakni Sakit Ibu Anak Moeis. Kemudian, Intan dan Trinity dirujuk RSUD AW Syahrani untuk mendapat penanganan lebih serius.

Tim Disaster Victim Investigation (DVI) Kepolisian Daerah Kalimantan Timur menyatakan, dua anak yang dirujuk ke RSUD AW Syahrani mengalami luka bakar 60-70 persen. Sedangkan dua lainnya, di bawah 20 persen.

SimakJokowi: Usut Tuntas Bom di Gereja Samarinda

Juhana, 32 tahun, lari ke Sungai Mahakam di seberang gereja setelah melempar molotov. Sejumlah warga memergoki kemudian mengejar pria kurus gondrong yang mengenakan kaus oblong hitam bertuliskan Jihad Way of Life itu. Begitu tertangkap, Juhana dihajar massa sebelum diserahkan kepada polisi.

“Pelaku sudah ditangkap. Percayakan kepada penegak hukum untuk menangkap jaringannya,” kata Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian kepada Tempo, Ahad, 13 November 2016.

Juhana pernah mendekam di penjara selama 3,5 tahun karena terlibat kasus bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tangerang pada 2011. Dia anggota kelompok pelaku teror bom buku di Jalan Utan Kayu dan bom di Puspitek yang dipimpin Pepi Fernando. Pepi Fernando divonis hukuman penjara 18 tahun pada awal Maret 2012.

FIRMAN HIDAYAT | JOBPIE

 

++++++

 

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengutuk pengeboman yang dilakukan di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur.

Ia menilai, tindakan itu telah mencoreng kesucian Islam.

“Yang ngebom-ngebom itu juga melakukan penistaan agama. Penistaan itu berupa ucapan, juga perilaku yang mencoreng, mengotori kemurnian dan kesucian Islam,” kata Said Aqil, saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/11/2016) sore.

Said Aqil menegaskan, Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan.

Islam, kata dia, adalah agama yang rahmatan lil alamin dan jauh dari kekerasan.

“Nabi Muhammad juga tidak pernah melakukan kekerasan. Yang dilakukan ISIS itu demi Allah bertentangan dengan Islam,” kata dia.

(Baca: Polisi Tangkap 15 Orang Terkait Bom Samarinda)

Said Aqil mengatakan, Indonesia adalah negara yang kaya kebinekaan dan keberagaman.

Keberagaman tersebut harus terus dijaga dan tidak boleh diwarnai aksi kekerasan.

“Kesimpulannya, mari rakyat kita bersatu. Kita kawal kebinekaan, keberagaman,” kata dia.

Teror di Gereja Oikumene, Samarinda, terjadi pada Minggu (13/11/2016).

Pria yang diduga sebagai pelaku pelempar bom molotov adalah Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia. Ia diketahui pernah dipenjara dalam kasus terorisme.

(Baca: Residivis, Pelaku Bom Gereja di Samarinda Akan Dihukum Lebih Berat)

Joh pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012 karena terlibat dalam peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.

Ia divonis 3,5 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 Juli 2014.

Akibat teror bom ini, seorang balita meninggal dunia, sementara tiga lainnya mengalami luka bakar.

Mereka berada di area parkir sepeda motor saat bom molotov dilempar ke area parkir itu.

One Comment to “MUI Temukan Kejanggalan Pengebom Samarinda: “Masa Mau Ngebom Bawa KTP?””

  1. yang masih nyicil di bank pakai bunga RIBA juga menistakan agama ..

Leave a comment