`
MA pailitkan Istaka Karya BISNIS INDONESIA JAKARTA: PT Istaka Karya (persero) akhirnya ditetapkan pailit setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan PT JAIC Indonesia untuk memailitkan perusahaan tersebut. Berdasarkan informasi perkara yang diperoleh dari situs resmi MA, lembaga tersebut telah mengeluarkan penetapan No. 124 K/Pdt.Sus/2011, pada 22 Maret 2011 yang pada intinya mengabulkan permohonan kasasi JAIC untuk memailitkan Istaka. Dengan dikabulkannya permohonan kasasi tersebut, putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menolak permohonan pailit yang diajukan oleh JAIC terhadap BUMN yang bergerak di bidang konstruksi itu menjadi batal. Kuasa hukum JAIC, Tony Budidjaja, berpendapat dengan adanya penetapan MA itu, Istaka secara hukum telah dinyatakan pailit. Oleh karenanya, lanjut dia, Istaka telah kehilangan haknya untuk mengurus harta kekayaannya. “Dengan dikabulkannya permohonan kasasi yang diajukan klien kami [JAIC] membawa pengaruh positif bagi pemahaman hukum kepailitan di Indonesia, khususnya di lingkungan pengadilan niaga. Bahwa perusahaan BUMN tidak dapat berkelit bahwa mereka tidak dapat dimohonkan pailit seperti klaim mereka selama ini,” katanya, kemarin. Sementara itu, kuasa hukum Istaka, Taufik Hais, mengaku belum mengetahui penetapan yang dikeluarkan oleh MA. “Saya tidak bisa komentar apa-apa dulu karena kami belum mengetahui putusan tersebut,” katanya kemarin. Sebelumnya, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan pailit yang dilayangkan JAIC terhadap Istaka karena majelis hakim berpendapat perusahaan negara itu tidak dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 5 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pasal itu pada intinya memuat ketentuan bahwa jika debitur adalah perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan umum, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan. Dalam pertimbangan hukumnya pada waktu itu, majelis hakim berpendapat bahwa JAIC Indonesia selaku pemohon pailit tidak dapat membuktikan dalil-dalil permohonannya sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Utang. Dimiliki negara Berdasarkan bukti yang diajukan termohon pailit (PT Istaka Karya) dan surat dari Kementerian Negara BUMN, kata majelis hakim, pada intinya disebutkan bahwa perusahaan itu 100% sahamnya dimiliki oleh negara. Selain itu, BUMN itu disebut masih eksis dan potensial di bidang jasa konstruksi, memberikan kontribusi pada pendapatan pajak negara. Pertimbangan lain hakim dalam memutus perkara tersebut adalah PT Istaka Karya merupakan perusahaan yang membuka lapangan kerja dengan mempekerjakan 700 karyawan dan lebih dari 1.000 tenaga outsourcing lainnya. JAIC mengajukan permohonan pailit terhadap Istaka karena perusahaan itu dianggap tidak melaksanakan putusan MA yang memerintahkan pembayaran kewajibannya US$7,645 juta kepada JAIC. Untuk terpenuhinya syarat-syarat permohonan pailit sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UU No. 37/2004 tentang - Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, JAIC juga menyertakan beberapa kreditur lainnya a.l. PT Saeti Concretindo Wahana, PT Saeti Beton Pracetak, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Bukopin Tbk, dan PT Bank Internasional Indonesia Tbk. Kasus itu bermula ketika Istaka memiliki utang kepada JAIC yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih yang timbul dari Putusan MA No. 1799 K/Pdt/2008 pada 9 Februari 2009. Putusan MA itu menyatakan bahwa Istaka telah melakukan wanprestasi dan memerintahkan perusahaan tersebut untuk segera melunasi utang. (07)