Archive for March, 2017

March 31, 2017

KPK Tetapkan Dirut PT PAL dan 2 Anak Buahnya Jadi Tersangka

Waduuh… memalukan …
Jumat 31 Mar 2017, 19:48 WIB

Dewi Irmasari – detikNews
KPK Tetapkan Dirut PT PAL dan 2 Anak Buahnya Jadi TersangkaFoto: dok detikcom
Jakarta – KPK menetapkan Direktur Utama PT PAL Indonesia M Firmansyah Arifin sebagai tersangka. Firmansyah diduga menerima suap terkait pengadaan kapal ke Filipina.

“Setelah pemeriksaan 1 x 24 jam, KPK menaikkan status empat orang,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (31/3/2017).

Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah M Firmansyah Arifin selaku Direktur Utama PT PAL Indonesia, Saiful Anwar selaku Direktur Keuangan dan Teknologi PT PAL Indonesia, dan Arief Cahyana selaku GM Treasury PT PAL Indonesia.

Selain itu, KPK menetapkan seorang perantara suap yang diinisialkan sebagai AN.

Suap itu berkaitan dengan ekspor kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) ke Filipina. Kapal BRP TARLAC (LD-601) tersebut merupakan pesanan The Department of National Defence Armed Forces of The Philippines.
(dhn/fdn)

March 31, 2017

Pembelian Alutsista dari Prancis Tak Seluruhnya Dibayar Uang

 

Barter sama tempe ?

KAMIS, 30 MARET 2017 | 18:23 WIB

Pembelian Alutsista dari Prancis Tak Seluruhnya Dibayar Uang

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Presiden Perancis Francois Hollande di Istana Merdeka, Jakarta, 29 Maret 2017. TEMPO/Subekti

TEMPO.COJakarta – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pemerintah Indonesia dan Prancis menandatangani kerja sama pertahanan dalam kunjungan Presiden Prancis François Hollande kemarin, Rabu, 29 Maret 2017. Salah satu bentuknya adalah pengadaan senjata atau alat utama sistem pertahanan (alutsista).

“Banyak jenisnya. Ada meriam, roket, helikopter serbu, dan sebagainya,” kata Ryamizard kepada media di kompleks Istana Kepresidenan, Kamis, 30 Maret 2017. Dia enggan menyebutkan nilai dari perjanjian kerja sama pengadaan senjata itu. Namun ia menyatakan bahwa pengadaan alutsista dari Prancis tidak akan sepenuhnya dalam bentuk uang.

Baca: Kunjungan Bersejarah, Jokowi Sambut Presiden Prancis …

Sekian persen dari pengadaan alutsista asal Prancis akan dibayarkan dengan komoditas yang dibutuhkan negara itu. Ryamizard menolak menyebutnya dengan barter. “Bukan barter juga, tapi misalnya 35 persen nanti (dari nilai pengadaan) diganti sesuatu,” ujar Ryamizard.

Ditanyai komoditas apa yang kira-kira akan diminta Prancis, Ryamizard mengaku belum tahu. Ia mengatakan hal itu akan dibahas dulu bersama Menteri Perdagangan. Untuk memperlancar pelaksanaannya, Ryamizard akan membentuk kelompok kerja bersama perwakilan Prancis.

Baca juga:
Ganjar: Setya Novanto Pernah Minta Agar Tak Galak Soal E-KTP
Terdakwa Korupsi E-KTP Sebut Empat Kali Beri Uang kepada Miryam

Hollande dan Jokowi membahas sejumlah hal. Beberapa di antaranya terkait dengan kerja sama bilateral di bidang kemaritiman, ekonomi kreatif, infrastruktur, dan energi.

Hollande adalah Presiden Prancis pertama yang berkunjung ke Indonesia sejak 30 tahun lalu. Kementerian Luar Negeri menyebut kunjungan Hollande sebagai kunjungan bersejarah.

ISTMAN M.P.

March 31, 2017

TNI AL Targetkan Memiliki 42 Kapal PC-40

Sumber : MetroTV
 http://defense-studies.blogspot.co.id/
31 Maret 2017

Kapal patroli kelas PC-40 (Patrol Craft – 40) (photo : Detik)

Metrotvnews.com, Batam: TNI Angkatan Laut (AL) menargetkan memiliki 42 kapal Patroli Cepat (PC)-40 untuk memperkuat pertahanan wilayah perairan Indonesia. Perairan itu di wilayah Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) maupun Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar).

Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Sopandi mengungkapkan, dari 42 KRI kelas PC-40 yang ditargetkan TNI AL, 16 kapal telah rampung pengerjaannya di awal 2017.

“Anggaran pembuatan seluruh kapal PC-40 ini berasal dari APBN 2015-2016. Diharapkan, pengerjaan seluruh kapal dapat rampung 2017 hingga 2018 sehingga dapat dioperasikan untuk memperkuat pertahanan wilayah perairan Indonesia,” kata Ade usai meresmikan KRI Torani-860 dan KRI Lepu-861 di Pelabuhan Batuampar, Batam, Kamis 30 Maret 2017.

Ia menjelaskan, ke 42 kapal PC-40 tersebut nantinya disebar di Koarmatim dan Koarmabar. Khusus untuk wilayah Koarmabar, kapal-kapal PC-40 akan disebar di beberapa Markas Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal), seperti Lantamal di Pontianak (Kalbar), Tanjungpinang (Kepri), Medan (Sumut), dan Aceh.

Kapal tipe PC-40 (photo : defence.pk)

“Selain itu, ke depan, setiap Lanal (Pangkalan TNI AL) di kota/kabupaten akan disiagakan satu kapal PC-40 yang dapat mobile (beroperasi) secara rutin di wilayahnya,” jelas Ade.

Kapal-kapal patroli cepat tersebut, ungkap Ade, diproyeksikan memperkuat Satuan Kapal Patroli (Satrol) di wilayah masing-masing. Sebagai wilayah kepulauan, sambung Ade, keberadaan kapal PC-40 di Kepri sangat penting untuk menjaga keamanan wilayah dari ancaman maupun tindak kejahatan.

“Saya mendapatkan laporan bahwa tindak kejahatan di Selat Malaka menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian pengamanan wilayah perairan tetap menjadi prioritas,” tegasnya.

Ade tak memungkiri bahwa wilayah perairan Kepri hingga Selat Malaka cukup rawan perompakan, namun berkat kesigapan TNI AL dan Tim WFQR, kejahatan itu dapat diatasi. “Jika tahun-tahun sebelumnya ada 10 kali perompakan, tahun lalu hanya ada dua kali perompakan dan berhasil kita ungkap,” ujarnya.

Kapal tipe KCR-60 (photo : defence.pk)

Selain PC-40, sambung Ade, ke depan guna memperkuat pertahanan wilayah dan industri alutsista TNI, TNI AL memproyeksikan membuat kapal PC-60. Kapal ini ditargetkan memiliki kecepatan lebih tinggi dan daya jelajah lebih luas dibandingkan PC-40.

“Bahkan target kami bisa membuat 6 kapal PC-60 tahun ini. Kita berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat lebih baik lagi agar pembangunan KRI ini dapat terealisasi,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, pemberian nama kapal Torani dan Lepu diambil dari nama-nama ikan yang ada di Indonesia. Torani diambil dari nama ikan terbang, sedangkan Lepu diambil dari spesies ikan laut yang dikenal beracun.

(MetroTVNews)

March 31, 2017

Indonesia Ajukan LoI Pembelian Airbus A400M Atlas

sumber Antara

defense-studies.blogspot.com

 

30 Maret 2017

Airbus A400M (photo : Airbus Military)

Jakarta (ANTARA News) – Champs d’Elysse, Kantor Kepresidenan Prancis di Paris, menyatakan, Indonesia telah menandatangani surat minat (Letter of Intent) pembelian pesawat transport berat militer buatan Airbus Military, A400M Atlas. Hal ini menyusul kunjungan resmi Presiden Prancis, Francois Hollande, ke Jakarta.

Airbus menyatakan, LoI terhadap A400M Atlas itu ditandatangani Pelita Air, mewakili konsorsium BUMN Indonesia. Indonesia memiliki beberapa BUMN yang bergiat pada penerbangan komersial berjadwal ataupun sewa, yaitu PT Garuda Indonesia dan PT Pelita Air Service (anak perusahaan PT Pertamina).

Dalam kunjungan resmi presiden Prancis setelah 30 tahun lalu, Hollande menyatakan, menanamkan modal sebanyak 2,6 miliar dolar Amerika Serikat di Indonesia pada berbagai bidang.

Reuters, Rabu waktu setempat (29/3), melaporkan, kesepakatan itu tidak menyebutkan secara persis jumlah A400M Atlas yang dinyatakan diminati Indonesia untuk dibeli. Di Asia Tenggara, hanya Malaysia yang menjadi operator A400M Atlas itu.

A400M Atlas merupakan pendatang paling akhir di kelas pesawat transport berat militer. Kontrak pembelian telah terjadi di beberapa negara, namun di Afrika Selatan dibatalkan pada 2009.
Sementara dari sisi ekspor dan pengembangan, banyak biaya dan waktu telah dihabiskan untuk menyempurnakan sosok dan kinerja A400M Atlas ini, sebagaimana dilakukan Chile bersama negara-negara pembuat.
Dalam laporannya, Kepala Airbus Military, Fernando Alonso, menyatakan, pesawat transport berat mereka akan membantu meningkatkan mobilitas TNI AU selain membuka peluang kerja sama industri kedirgantaraan kedua pihak.
“Diskusi pada masa mendatang akan digelar untuk membahas beberapa hal. Di antaranya jumlah pesawat terbang yang akan dicantumkan dalam kontrak dan kemungkinan-kemungkinan kerja sama industrial yang bisa dilaksanakan,” sebagaimana dinyatakan Airbus Military.
Hingga saat ini, TNI AU mengoperasikan C-130 Hercules pada beberapa varian sebagai pesawat transport berat militernya. Indonesia juga membangun pesawat terbang buatan CASA Spanyol di bawah lisensi.
March 31, 2017

Hindari Motor, Ambulans Bawa Pasien Terguling di Yogya

Pengemudi Motor di Indonesia rata 2   DUNGU  dan pemerintah diam saja..
Jumat 31 Mar 2017, 15:15 WIB

Sukma Indah Permana – detikNews
Hindari Motor, Ambulans Bawa Pasien Terguling di YogyaFoto: Ilustrasi: Andhika Akbaryansyah
Yogyakarta – Sebuah mobil ambulans milik RS Bhayangkara Polda DIY mengalami kecelakaan. Sopir dan tiga penumpang di dalamnya mengalami luka ringan. Kecelakaan terjadi ketika sopir ambulans berusaha menghindari pemotor di depannya.

“Iya, kecelakaan tadi pagi. Semuanya luka ringan saja,” ujar Kabid Humas Polda DIY AKBP Yulianto kepada detikcom, Jumat (31/3/2017).

Yulianto membenarkan bahwa kejadian ini berawal saat sopir mobil ambulans akan berputar arah di Ring Road Gondangan. Saat itu ada pengendara motor dari arah selatan.

Karena menghindari pemotor itulah, sopir ambulans membanting stirnya ke arah kiri dan ban mobil mengalami slide lalu mobil terguling.

Menurut informasi, mobil ambulans ini sedang mengangkut pasien yang sakit saat melaksanakan olahraga berkala bagi anggota polisi di Mapolda DIY.

“Sopir ambulans dan tiga penumpang dirawat di RS Bhayangkara, Jalan Solo,” imbuhnya.
(sip/mbr)

March 30, 2017

PTDI Gandeng Airbus Helicopters Untuk Perawatan dan Pengembangan

PTDI mengggandeng Airbus Helicopters  untuk memberikan dukungan terhadap helikopter milik pemerintah Indonesia. Kerjasama ini akan menjadikan PTDI sebagai pusat servis dan perawatan helikopter produksi Airbus di kawasan Asia Pasifik.

“PTDI akan diakui sebagai services centre dan pusat layanan penyelesaian yang disetujui oleh Airbus Helicopters, setelah berhasil melewati kualitas dan keamanan audit,” demikian rilis press Airbus.
“PTDI akan memulai perjalanan baru ini dengan Airbus Helicopters, dengan kerjasama ini kami bisa menawarkan value lebih lengkap kepada pemerintah Indonesia dan untuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,” kata Budi Santoso, kepala eksekutif dan presiden PTDI, seperti dilansir FlightGlobal (29/03).

“Kami juga akan menjadi bagian dari aliansi industri aviasi yang kuat, yang akan membantu mengembangkan kompetensi teknis Indonesia di bidang pemeliharaan helikopter.”

Perjanjian ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang ditandatangani dua tahun lalu. Ini berfokus pada helikopter Airbus.

“Selama dua tahun ini, PTDI telah menerapkan re-organisasi yang kuat, yang merupakan proses mereka untuk mengkonsolidasikan semua kegiatan dukungan dan layanan di bawah satu atap,” kata pejabat Airbus Helicopters.
PTDI memiliki hanggar (workshare) konstruksi untuk 11 jenis helikopter Airbus.

Editor : (D.E.S)

March 30, 2017

Teknologi Baterai Kapal Selam, BPPT Berguru ke Prancis

 

dari defense studies.blogspot.com

30 Maret 2017

Baterai kapal selam (image : MarineBio)

VIVA.co.id – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjadi salah satu lembaga pemerintah yang akan bekerja sama dengan institusi penelitian dan pengembangan (litbang) Prancis. Rangkaian kerja sama ini menjadi rangkaian lawatan Presiden Prancis, Francois Hollande ke Indonesia.

Dua institusi litbang Prancis yang hari ini mengadakan pertemuan dengan BPPT, yakni INSA dan CEA.

Kepala BPPT, Unggul Priyanto, menyampaikan bahwa Prancis cukup maju dalam hal riset di bidang energi serta informasi dan teknologi komunikasi (ICT). Dalam hal energi misalnya, Unggul menjelaskan, seperti energi terbarukan seperti solar cell, fuel cell, dan teknologi baterai. Sementara itu, di bidang ICT, seperti security dan micro electronic.

“Atau teknologi lain, seperti manufakturing, kapal selam kalau mungkin (dikerjasamakan),” ujar Unggul usai courtesy call BPPT dengan CEA dan INSA Prancis di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Rabu 29 Maret 2017.

Terkait kapal selam, Unggul mengatakan, erat kaitannya dengan teknologi baterai. Sebab, kualitas kapal selam tergantung sekali dengan kualitas baterainya.

“Jadi, kapal selam ketika menyelam, energi mengandalkan baterai, semakin qualified baterainya, semakin lama bisa menyelam,” kata Unggul.

Sementara itu, kapal selam bisa menyelam juga karena beban dari baterai. Sekitar 60 persen berat kapal selam adalah berat baterai.

Kapal selam yang dikembangkan BPPT, baterainya terbuat dari lithium ion. Saat ini, kekuatan durasi menyelamkan kapal selama empat hari.

Sementara itu, Prancis, telah mengembangkan baterai sodium-ion. Diklaim, baterai pengganti lithium ini lebih murah dan memiliki kerapatan penyimpanan energi sangat tinggi, ketersediaan sodium pun melimpah.

“Kami masih lihat (hasil riset Prancis) baterai sodium ion ini,” tutur Unggul.

 

 

 

 

 

++++++++++++++++++++++++++++++++=

Berguru ke Prancis

Ada juga kerja sama untuk mencari periset-periset muda.
Rabu, 29 Maret 2017 | 12:06 WIB
Oleh : Siti Sarifah Alia, Mitra Angelia
Teknologi Baterai Kapal Selam, BPPT Berguru ke Prancis
Ilustrasi kapal selam mewah (emag.co.uk)

VIVA.co.id – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjadi salah satu lembaga pemerintah yang akan bekerja sama dengan institusi penelitian dan pengembangan (litbang) Prancis. Rangkaian kerja sama ini menjadi rangkaian lawatan Presiden Prancis, Francois Hollande ke Indonesia.

Dua institusi litbang Prancis yang hari ini mengadakan pertemuan dengan BPPT, yakni INSA dan CEA.

Kepala BPPT, Unggul Priyanto, menyampaikan bahwa Prancis cukup maju dalam hal riset di bidang energi serta informasi dan teknologi komunikasi (ICT). Dalam hal energi misalnya, Unggul menjelaskan, seperti energi terbarukan seperti solar cell, fuel cell, dan teknologi baterai. Sementara itu, di bidang ICT, seperti security dan micro electronic.

“Atau teknologi lain, seperti manufakturing, kapal selam kalau mungkin (dikerjasamakan),” ujar Unggul usai courtesy call BPPT dengan CEA dan INSA Prancis di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Rabu 29 Maret 2017.

Terkait kapal selam, Unggul mengatakan, erat kaitannya dengan teknologi baterai. Sebab, kualitas kapal selam tergantung sekali dengan kualitas baterainya.

“Jadi, kapal selam ketika menyelam, energi mengandalkan baterai,
semakin qualified baterainya, semakin lama bisa menyelam,” kata Unggul.

Sementara itu, kapal selam bisa menyelam juga karena beban dari baterai. Sekitar 60 persen berat kapal selam adalah berat baterai.

Kapal selam yang dikembangkan BPPT, baterainya terbuat dari lithium ion. Saat ini, kekuatan durasi menyelamkan kapal selama empat hari.

Sementara itu, Prancis, telah mengembangkan baterai sodium-ion. Diklaim, baterai pengganti lithium ini lebih murah dan memiliki kerapatan penyimpanan energi sangat tinggi, ketersediaan sodium pun melimpah.

“Kami masih lihat (hasil riset Prancis) baterai sodium ion ini,” tutur Unggul.

Kerja Sama Pendidikan Periset

Unggul menyatakan, tak dipungkiri bahwa tenaga peneliti dari BPPT dan lembaga litbang lain di Indonesia masih minim yang menempuh S3 atau doktor. Disebut, BPPT baru sembilan persen, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tujuh persen, bahkan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) hanya tiga persen.

“Itu sangat jauh dari ideal. Kalau saya bandingkan di Jepang, doktor untuk lembaga seperti BPPT ini bisa 80 persen. Kemudian Taiwan 50 persen, Thailand 30 persen, jadi untuk mencapai ke sana itu cukup jauh,” ujar Unggul.

Untuk itu, selain mengambil kesempatan kerja sama dengan Prancis soal terapan teknologi, Unggul ingin menjajaki bidang pendidikan untuk para periset Indonesia.

“Nah, dengan adanya kerja sama seperti ini, paling tidak kita mendapat jaminan bahwa mereka mau menampung, menerima peneliti kita untuk mengambil S2 atau S3,” kata Unggul.

Sebagai informasi, untuk tindak lanjut diskusi, akan ada MoU antara BPPT dan CEA di bidang teknologi kelautan atau kemaritiman. Selain itu, dengan INSA untuk teknologi terapan. Penandatanganan akan dilakukan sore nanti secara tertutup. (art)

March 30, 2017

Ini Kronologis Kasus Suap Maxpower, Standard Chartered dan Pejabat Indonesia

HUKUM

FAJAR.CO.ID JAKARTA – Dugaan suap perusahaan asal Amerika Serikat, Maxpower, kepada pejabat Indonesia kian terang benderang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir dugaan tersebut melibatkan uang yang bernilai besar.

“Info yang kami dapatkan dari otoritas Amerika itu adalah melibatkan penyelenggara publik dan nilainya besar dan jadi kewenangan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/10).

Menurut Syarif, otoritas di Amerika Serikat (AS) mulai meminta keterangan sejumlah pihak terkait kasus ini.

Bahkan otoritas itu juga sudah berkomunikasi dengan pihak KPK.

“Sebagian penyelidik dan penyidik KPK diminta keterangan,” ujar mantan Lektor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin tersebut.

Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang pun berencana akan berkunjung ke Federal Bureau of Investigation (FBI) di Amerika Serikat.

Dalam kunjungan itu, KPK dan FBI berkomitmen untuk mempererat kerja sama dalam pemberantasan korupsi yang bisa saja lintas negara.

Namun untuk saat ini, Syarif belum bisa menentukan apakah kasus ini nantinya akan diinvestigasi bersama antara AS dan Indonesia.

“Kita belum teliti,” tuturnya.

Diketahui, Departemen Kehakiman Amerika Serikat menginvestigasi Standard Chartered PLC atas dugaan penyuapan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik di Indonesia.

Internal audit yang dilakukan terhadap Maxpower Group, kontraktor pembangunan pembangkit  listrik di Asia Tenggara.

Audit itu  menunjukan adanya kemungkinan praktik suap jutaan dolar AS dan pelanggaran hukum lain.

Standard Charterd membeli saham Maxpower pada 2012 dan pada 2015 menguasai saham mayoritas setelah menyuntikkan dana tunai sebesar USD60 juta.

Sehingga total investasi Maxpower sebesar USD143 juta.

Salinan dokumen hasil audit yang diperoleh The Wall Street Journal, mengungkapkan eksekutif Maxpower bekerja di Standard Chartered hingga tahun lalu.

Standard Chartered menempatkan tiga wakilnya di manajemen Maxpower.

Sumber Wall Street Journal menyebutkan, penyelidikan Departemen Kehakiman AS mengarah pada dugaan adanya pelanggaran undang-undang antikorupsi.

Eksekutif Maxpower diduga memfasilitasi penyuapan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik dan melicinkan bisnisnya dengan pejabat energi di Indonesia.

Kejaksaan AS tengah mencari bukti pembiaran yang dilakukan Standard Chartered atas kegiatan yang melanggar hukum itu.

Investigasi dilakukan untuk mendapatkan bukti pelanggaran Standard Chartered dan eksekutifnya, Bill Winters, yang dipekerjakan untuk membersihkan neraca, tata kelola,dan budaya bank.

Hasil audit internal Maxpower pada 2015 mengindikasikan adanya pembayaran di muka secara tunai dengan nilai lebih dari USD750 ribu pada 2014 dan awal 2015.

Pada Desember 2015, pengacara Sidley Austin LLP, yang dikontrak untuk mempelajari hasil audit, menemukan indikasi kuat pegawai Maxpower membayar secara tidak wajar kepada pejabat Indonesia dan sejumlah pihak lain, setidaknya  sejak 2012 hingga akhir 2015.

Menurut hasil kajian Sidley Austin, pembayaran itu sebagian besar untuk mendapatkan kontrak pembangkit listrik di Indonesia.

Dari sana ditemukan sejumlah pembayaran itu didanai dengan pembayaran tunai di muka atas permintaan tiga pendiri MAXpower dan dua pegawainya. (Fajar/Jpg)

March 30, 2017

Ini Kronologis Kasus Suap Maxpower, Standard Chartered dan Pejabat Indonesia

HUKUM

FAJAR.CO.ID JAKARTA – Dugaan suap perusahaan asal Amerika Serikat, Maxpower, kepada pejabat Indonesia kian terang benderang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir dugaan tersebut melibatkan uang yang bernilai besar.

“Info yang kami dapatkan dari otoritas Amerika itu adalah melibatkan penyelenggara publik dan nilainya besar dan jadi kewenangan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/10).

Menurut Syarif, otoritas di Amerika Serikat (AS) mulai meminta keterangan sejumlah pihak terkait kasus ini.

Bahkan otoritas itu juga sudah berkomunikasi dengan pihak KPK.

“Sebagian penyelidik dan penyidik KPK diminta keterangan,” ujar mantan Lektor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin tersebut.

Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang pun berencana akan berkunjung ke Federal Bureau of Investigation (FBI) di Amerika Serikat.

Dalam kunjungan itu, KPK dan FBI berkomitmen untuk mempererat kerja sama dalam pemberantasan korupsi yang bisa saja lintas negara.

Namun untuk saat ini, Syarif belum bisa menentukan apakah kasus ini nantinya akan diinvestigasi bersama antara AS dan Indonesia.

“Kita belum teliti,” tuturnya.

Diketahui, Departemen Kehakiman Amerika Serikat menginvestigasi Standard Chartered PLC atas dugaan penyuapan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik di Indonesia.

Internal audit yang dilakukan terhadap Maxpower Group, kontraktor pembangunan pembangkit  listrik di Asia Tenggara.

Audit itu  menunjukan adanya kemungkinan praktik suap jutaan dolar AS dan pelanggaran hukum lain.

Standard Charterd membeli saham Maxpower pada 2012 dan pada 2015 menguasai saham mayoritas setelah menyuntikkan dana tunai sebesar USD60 juta.

Sehingga total investasi Maxpower sebesar USD143 juta.

Salinan dokumen hasil audit yang diperoleh The Wall Street Journal, mengungkapkan eksekutif Maxpower bekerja di Standard Chartered hingga tahun lalu.

Standard Chartered menempatkan tiga wakilnya di manajemen Maxpower.

Sumber Wall Street Journal menyebutkan, penyelidikan Departemen Kehakiman AS mengarah pada dugaan adanya pelanggaran undang-undang antikorupsi.

Eksekutif Maxpower diduga memfasilitasi penyuapan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik dan melicinkan bisnisnya dengan pejabat energi di Indonesia.

Kejaksaan AS tengah mencari bukti pembiaran yang dilakukan Standard Chartered atas kegiatan yang melanggar hukum itu.

Investigasi dilakukan untuk mendapatkan bukti pelanggaran Standard Chartered dan eksekutifnya, Bill Winters, yang dipekerjakan untuk membersihkan neraca, tata kelola,dan budaya bank.

Hasil audit internal Maxpower pada 2015 mengindikasikan adanya pembayaran di muka secara tunai dengan nilai lebih dari USD750 ribu pada 2014 dan awal 2015.

Pada Desember 2015, pengacara Sidley Austin LLP, yang dikontrak untuk mempelajari hasil audit, menemukan indikasi kuat pegawai Maxpower membayar secara tidak wajar kepada pejabat Indonesia dan sejumlah pihak lain, setidaknya  sejak 2012 hingga akhir 2015.

Menurut hasil kajian Sidley Austin, pembayaran itu sebagian besar untuk mendapatkan kontrak pembangkit listrik di Indonesia.

Dari sana ditemukan sejumlah pembayaran itu didanai dengan pembayaran tunai di muka atas permintaan tiga pendiri MAXpower dan dua pegawainya. (Fajar/Jpg)

March 30, 2017

Ini Kronologis Kasus Suap Maxpower, Standard Chartered dan Pejabat Indonesia

HUKUM

FAJAR.CO.ID JAKARTA – Dugaan suap perusahaan asal Amerika Serikat, Maxpower, kepada pejabat Indonesia kian terang benderang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mensinyalir dugaan tersebut melibatkan uang yang bernilai besar.

“Info yang kami dapatkan dari otoritas Amerika itu adalah melibatkan penyelenggara publik dan nilainya besar dan jadi kewenangan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat ditemui di Jakarta, Kamis (6/10).

Menurut Syarif, otoritas di Amerika Serikat (AS) mulai meminta keterangan sejumlah pihak terkait kasus ini.

Bahkan otoritas itu juga sudah berkomunikasi dengan pihak KPK.

“Sebagian penyelidik dan penyidik KPK diminta keterangan,” ujar mantan Lektor Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin tersebut.

Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang pun berencana akan berkunjung ke Federal Bureau of Investigation (FBI) di Amerika Serikat.

Dalam kunjungan itu, KPK dan FBI berkomitmen untuk mempererat kerja sama dalam pemberantasan korupsi yang bisa saja lintas negara.

Namun untuk saat ini, Syarif belum bisa menentukan apakah kasus ini nantinya akan diinvestigasi bersama antara AS dan Indonesia.

“Kita belum teliti,” tuturnya.

Diketahui, Departemen Kehakiman Amerika Serikat menginvestigasi Standard Chartered PLC atas dugaan penyuapan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik di Indonesia.

Internal audit yang dilakukan terhadap Maxpower Group, kontraktor pembangunan pembangkit  listrik di Asia Tenggara.

Audit itu  menunjukan adanya kemungkinan praktik suap jutaan dolar AS dan pelanggaran hukum lain.

Standard Charterd membeli saham Maxpower pada 2012 dan pada 2015 menguasai saham mayoritas setelah menyuntikkan dana tunai sebesar USD60 juta.

Sehingga total investasi Maxpower sebesar USD143 juta.

Salinan dokumen hasil audit yang diperoleh The Wall Street Journal, mengungkapkan eksekutif Maxpower bekerja di Standard Chartered hingga tahun lalu.

Standard Chartered menempatkan tiga wakilnya di manajemen Maxpower.

Sumber Wall Street Journal menyebutkan, penyelidikan Departemen Kehakiman AS mengarah pada dugaan adanya pelanggaran undang-undang antikorupsi.

Eksekutif Maxpower diduga memfasilitasi penyuapan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik dan melicinkan bisnisnya dengan pejabat energi di Indonesia.

Kejaksaan AS tengah mencari bukti pembiaran yang dilakukan Standard Chartered atas kegiatan yang melanggar hukum itu.

Investigasi dilakukan untuk mendapatkan bukti pelanggaran Standard Chartered dan eksekutifnya, Bill Winters, yang dipekerjakan untuk membersihkan neraca, tata kelola,dan budaya bank.

Hasil audit internal Maxpower pada 2015 mengindikasikan adanya pembayaran di muka secara tunai dengan nilai lebih dari USD750 ribu pada 2014 dan awal 2015.

Pada Desember 2015, pengacara Sidley Austin LLP, yang dikontrak untuk mempelajari hasil audit, menemukan indikasi kuat pegawai Maxpower membayar secara tidak wajar kepada pejabat Indonesia dan sejumlah pihak lain, setidaknya  sejak 2012 hingga akhir 2015.

Menurut hasil kajian Sidley Austin, pembayaran itu sebagian besar untuk mendapatkan kontrak pembangkit listrik di Indonesia.

Dari sana ditemukan sejumlah pembayaran itu didanai dengan pembayaran tunai di muka atas permintaan tiga pendiri MAXpower dan dua pegawainya. (Fajar/Jpg)