Posts tagged ‘Bank’

March 11, 2011

Bankir Thailand Kaget Banyaknya Aturan Bank di RI

Jumat, 11/03/2011 18:20 WIB
Laporan dari Bangkok
Bankir Thailand Kaget Banyaknya Aturan Bank di RI
Angga Aliya – detikFinance

Jakarta – Pelaku perbankan Thailand kaget dengan banyaknya aturan yang dikeluarkan oleh bank sentral di Indonesia, yaitu Bank Indonesia (BI). Salah satunya dengan peraturan prime lending rate yang mewajibkan bank membuka besaran bunga kredit ke nasabah.

Menurut President and CEO CIMB Thai Subhak Siwaraksa, bank sentral Thailand lebih fleksibel dalam mengeluarkan peraturan dan kebijakan moneter sehingga tidak memberatkan industri perbankannya.

“Kalau di kami lebih fleksibel. Terserah kepada perbankan untuk menentukan suku bunga (kredit) yang akan diberikan. Yang penting return dari pinjamannya tidak boleh lebih dari 28%,” ujarnya di kantor pusat CIMB Thai, Bangkok, Jumat (11/3/2011).

Menurutnya, satu peraturan itu saja sudah cukup bagi perbankan Thailand untuk bisa mengatur tingkat suku bunganya tanpa memberatkan konsumen. Jika dilanggar, hukuman yang diberikan bank sentral bisa cukup berat.

“Peraturan itu sangat ketat, tidak boleh (bunga) lebih dari 28%. Nanti bisa kena hukuman,” imbuhnya.

Selain itu, bank sentral juga tidak mempersulit bank asing untuk masuk dan membuka cabang di Thailand. Bahkan, jumlah cabangnya pun tidak dibatasi, bisa sampai lebih dari 20 kantor cabang.

Menurutnya, dengan banyaknya bank asing yang masuk, maka persaingan semakin ketat sehingga banyak bank yang harus lebih giat lagi dalam mengembangkan perusahaannya.

Seperti diketahui, baru-baru ini BI mengeluarkan kebijakan supaya bank mengumumkan tingkat suku bunganya kepada nasabah. Selain itu, bank juga harus memenuhi kewajiban tingkat LDR minimal 78%.

BI juga meminta bank di Indonesia menjaga tingkat rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) di angka 14%. Itulah beberapa aturan dan kebijakan BI yang dikeluarkan untuk mengatur sistem perbankan dan moneter di dalam negeri.

(ang/dnl)

Tags:
March 6, 2011

BRI, ‘Bank Ndeso’ yang Sukses Garap Pasar Kota

BRI, ‘Bank Ndeso’ yang Sukses Garap Pasar Kota
MINGGU, 06 MARET 2011 | 15:03 WIB
Besar Kecil Normal
TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO Interaktif, Purwakarta–Jika sebelumnya dikenal sebagai banknya orang desa kini, PT Bank Rakyat Indonesia semakin serius menggarap pasar perkotaan. Direktur Keuangan BRI Ahmad Baiquni menuturkan perseroan merambah segmentasi lebih luas sebagai bagian dari strategi menghadapi lingkungan yang semakin kompetitif.
Berita terkait
BI Minta Perbankan Tekan Biaya Operasional
DPK BRI Syariah Sudah Rp 5,1 Triliun
Dana Premi Penjaminan Simpanan Capai Rp 25 Triliun
LPS Usulkan Nilai Penjaminan Rp 572 Juta
Penyaluran Kredit Naik, LDR Terkerek

Sebelumnya, BRI memang fokus menggarap pasar pinggiran. “Awalnya kami berpikir mengapa market BRI bisa dimasuki oleh bank lain, dan kenapa BRI tidak mencoba juga untuk merambah pasar yang merupakan pasar pesaing lain di daerah urban perkotaan,” kata Baihaqi di Purwakarta kemarin.

Salah satu yang menjadi target pertumbuhan adalah menggarap kucuran kredit untuk pengusaha di sekitar pasar tradisional dan pinggiran kota. Dalam tiga tahun Bank Rakyat Indonesia tumbuh cepat dan berhasil menjadi bank nasional terbesar kedua. Untuk Jakarta saja, dari hanya 50 kantor cabang BRI tumbuh mendekati 500 kantor. 2010, BRI tercatat memiliki sekitar 7100 kantor di seluruh Indonesia.

Tahun ini, BRI akan membidik lagi 1.200 lebih pasar tradisional yang tersebar di tanah air. Untuk pasar tradisonal di perkotaan BRI mempunyai anak cabang yang disebut teras. Saat ini BRI sudah memiliki 800 teras dan berencana mencapai target pembukaan teras baru hingga 400 teras.

Pada teras, bukan nasabah yang datang melakukan transaksi ke kantor, melainkan petugas bank yang secara aktif mengunjungi nasabah dan langsung melakukan transaksi di tempat melalui electronic data transaction yang transaksi tercatat sebagai realtime online. “Jadi meski sebagai pemain baru kita tidak menggarapnya secara tradisional,” ujar Baiquni.

Di samping pembiayaan kredit modal usaha untuk nasabah pedagang di pasar tradisional, melalui teras di perkotaan dan pinggiran kota, BRI juga tengah serius menggarap kredit konsumer untuk perumahan, kendaraan, dan pemasaran kartu kredit. “Kalau hanya megandalkan produk di desa kita akan ketinggalan.”

Selain menggarap kredit untuk usaha kecil mikro kecil dan menangah (UMKM) BRI mulai aktif menggarap pasar corporate. Alasannya, meski sedikit dana korporasi jauh lebih besar dibanding dana yang disalurkan untuk UMKM dengan imbalan yang lebih besar. Hal ini akan meringankan dari segi biaya opersional namun memudahkan dan menekan biaya oerpasional.

Tidak hanya itu, menurut Baiquni dengan terjunnya BRI dalam pembiayaan korporasi secara silang juga akan meningkatkan perkonomian melalui pertumbuhan UMKM. “Apalagi biasanya yang kita biayai adalah korporasi BUMN yang terjun dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pasar, dan infrastruktur penunjang pembangunan lain,” jelasnya.

Hingga September 2010 penyaluran kredit BRI untuk UMKM mencapai 28,9 persen sekitar Rp 100 juta dan untuk kredit korporasi 17 persen sekitar Rp 5 miliar. Menurut Baiquni untuk tetap menjaga kualitas asset, BRI melakukan pengendalian NPL secara ketat.

Beberapa diantaranya dengan selektf dalam memilih sektor bisnis, penerapan risk based, pengelolan portofolio penyaluran kredit, penerapan kewenangan putusan kredit berjenjang dan peningkatan SDM pejabat kredit. “Dengan begitu BRI optimis dapat menjaga LDR GWM dengan tetap melakukan optimalisasi dan peningkatan produktifitas asset.”

Tags:
February 20, 2011

SK virtual holding bank BUMN terbit

SK virtual holding
bank BUMN terbit

JAKARTA: Menteri BUMN akhirnya menerbitkan
surat keputusan pembentukan induk usaha virtual
(virtual holding) perbankan BUMN.

Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan surat itu baru saja ditandatangani
sehingga penerapan konsep virtual holding dapat dilaksanakan
secepatnya. “Sudah selesai. Saya sudah menandatangani surat itu, jadi
tidak ada langkah lagi yang harus ditempuh,”
ujarnya kemarin.

Mustafa mengatakan mekanisme pembentukan virtual holding yang dinamakan
Komite Kebijakan Perbankan itu akan diserahkan kepada Deputi
Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN Parikesit Suprapto.
“Jadi sekarang tinggal formalisasinya. Kemungkinan nanti akan dikomunikasikan
oleh deputinya, tinggal panggil calon-calon komisaris yang
mau ditempatkan di komite tersebut,”katanya.

Parikesit sendiri dalam kesempatan terpisah mengatakan belum menerima
SK Menteri BUMN tersebut. Namun, jika hal tersebut sudah selesai
maka pihaknya akan segera mengadakan rapat komite dan segera memanggil
para Komisaris Utama dari empat bank BUMN.
Dia juga mengatakan belum bisa menentukan bagaimana posisi struktur
komite itu. “Belum saya terima. [Kalau sudah selesai] mungkin akan
rapat komite dulu. Ketua belum tahu [posisinya]. Jadwal rapat segera.”

Sebelumnya, Parikesit mengatakan untuk ketua Komite Kebijakan Perbankan
kemungkinan akan dipilih diluar dari empat komisaris utama dari
bank-bank pelat merah itu. Namun dia menegaskan pelaksanaan virtual holding
itu terlaksana pada bulan ini. Seperti diketahui, konsep virtual
holding diracik untuk menjalankan fungsi sebagai perusahaan induk.
Namun, virtual holding ini tidak akan memegang saham empat bank
BUMN yang dibawahinya.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah koordinasi empat bank BUMN
yang ada, yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk
(BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dan PT Bank Tabungan
Negara Tbk (BTN).
Parikesit menjelaskan keempat bank itu sudah berstatus perusahaan
terbuka dan memiliki core business berbeda. Karena itu, virtual holding
adalah pilihan untuk menjalankan aturan Bank Indonesia mengenai
kepemilikan tunggal.
IPO Garuda Pada bagian lain, terkait dengan
ketidakmaksimalan IPO Garuda, Mustafa menyatakan kenaikan
range harga saham IPO PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari yang ditetapkan
underwriter adalah hal wajar dan tidak perlu dipersoalkan.
Menteri BUMN menegaskan sebagai kuasa pemegang saham, pihaknya
meminta harga terbaik dalam penawaran publik perdana Garuda. Harga
final merupakan kesepakatan antara underwriter dan emiten.
“Ke depan, kami ingin agar pihak underwriter berbenah dan bisa menjalankan
tugasnya lebih baik lagi.
Bagaimanapun, hal ini juga tidak lepas dari peran underwriter yang
membantu IPO Garuda,” ujarnya. Menurut Mustafa, pihaknya ke depan
akan mengkaji sejumlah opsi dalam agenda privatisasi BUMN. Sebagaimana
yang dinyatakan Bapepam sebelumnya, beberapa opsi itu adalah
penawaran saham melalui tender terbuka.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pihak underwriter dikabarkan
sempat mengajukan harga IPO Garuda Rp500-Rp650 per saham. Namun
jumlah itu dinaikkan menjadi Rp750-Rp1.100 per saham. Akhirnya,
saham Garuda ditetapkan di level Rp750 per saham.
Selain itu juga disebut-sebut bahwa pihak underwriter diminta untuk
mempertahankan saham Garuda (lockup) agar saham tidak terlalu anjlok.
Saat ditanya mengenai hal itu, Mustafa tidak bersedia berkomentar.
Analis saham Pardomuan Sihombing menyatakan kondisi pasar yang
saat ini masih lesu bukan merupakan momentum yang tepat bagi BUMN
untuk IPO. “Jika tetap IPO ada baiknya porsinya dikurangi menjadi 5%
sampai dengan 7%,” ujarnya.(05/

Tags:
February 17, 2011

26 BPD ‘Mimpi’ Merger Jadi Satu

Kamis, 17/02/2011 14:33 WIB
26 BPD ‘Mimpi’ Merger Jadi Satu
Herdaru Purnomo – detikFinance

Jakarta – Seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang jumlahnya ada 26, bermimpi melakukan merger menjadi satu entitas Bank yang menguasai seluruh daerah di Indonesia. Dengan bergabungnya BPD menjadi satu maka dari sisi aset dan skema permodalan BPD menjadi lebih kuat dan ekspansi kredit bisa lebih besar.

Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Mulyanto dalam konferensi persnya di Hotel Mulia, Kuningan, Jakarta, Kamis (17/2/2011).

“Sebenarnya dengan melakukan merger maka aset BPD akan masuk ke 4 besar. Itu menjadi salah satu solusi juga untuk menghadapi permodalan serta ekspansi kredit akan lebih besar,” ujar Mulyanto.

Menurut Mulyanto, opsi untuk melakukan merger sudah menjadi keinginan dari Asbanda. Namun, sambung Mulyanto masih ada beberapa kendala yakni pemegang saham dari masing-masing bank daerah tersebut.

“Memang ada sebuah kendala, yakni pemikiran dari pemgang sahamnya. Jadi istilahnya ketika nanti dimerger maka rasa kepemilikan daerah kepada BPD bisa hilang,” tuturnya.

Maka dari itu, Mulyanto menekankan opsi merger hanyalah sebuah ‘impian’ BPD ke depan. Menurutnya, untuk menghadapi permodalan yang harus ditingkatkan menjadi 15% untuk Rasio Kecukupan Modal (CAR) opsi seperti penawaran saham perdana (IPO) dan penerbitan obligasi masih menjadi nomor satu.

Di 2011 Mulyanto mengungkapkan BPD menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 25%.

“Sampai Desember 2010 total aset BPD seluruh Indonesia mencapai Rp 239,14 triliun dari sebelumnya Rp 200,54 trilium atau tumbuh 19,24%. Volume kredit mencapai Rp 143,70 triliun dari sebelumnya Rp 120,75 triliun atau tumbuh 19,01%. Untuk DPK tercatat sebesar Rp 183,65 triliun dari sebelumnya Rp 152,25 triliun atau tumbuh 20,61%,” tutup Mulyanto.

(dru/dnl)

Tags:
February 14, 2011

Kasih Bunga Tak Wajar, Bank Dapat Teguran BI

Senin, 14/02/2011 19:42 WIB
Kasih Bunga Tak Wajar, Bank Dapat Teguran BI
Suhendra – detikFinance

Jakarta – Bank wajib mengumumkan bunga dasar kredit (prime lending rate) mulai Maret 2011. Bersamaan dengan itu, BI bakal membuat benchmark (acuan) kepada rentang selisih bunga kredit dan simpanan yang wajar.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan, jika ada bank yang ketahuan memberi bunga simpanan seperti tabungan atau deposito terlalu tinggi dan tak wajar, akan ditegur langsung.

“Saya akan panggil (klarifikasi) bank itu, saya akan melibatkan diri,” kata Darmin dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR-RI, Senin (14/2/2011).

Menurut Darmin, bank biasanya menaikkan bunga simpanan tinggi-tinggi untuk menyerobot dana dari bank pesaingnya.

Untuk kebijakan prime lending rate, Darmin mengatakan tujuannya adalah membuka ‘isi perut’ bisnis bank dalam menetapkan spread bunga kreditnya. BI akan mengumpulkan data-data bank terkait biaya bunga tersebut untuk dianalisa dan pada akhirnya akan dibuat benchmark.

Darmin menuturkan kebijakan prime lending rate jika hanya dilihat pada tataran transparansi spread bunga kredit hanya akan berdampak pada persaingan terbuka sesama perbankan. Namun dengan adanya benchmark akan menjadi acuan, seberapa rentang yang pantas spread bunga sebuah bank.

“Kita akan lakukan prime lending rate yang rinciannya dikirim ke BI kita akan analisis. Masing-masing bank akan kita benchmark satu persatu untuk setiap spread-nya,” jelas Darmin.

Dari kebijakan ini maka bisa didapatkan berapa ukuran bunga simpanan bank yang wajar tadi.

Sementara itu Deputi Gubernur Muliaman D. Haddad menambahkan untuk membuat benchmark, nantinya bank akan dibuat beberapa katagori misalnya dari ukuran asetnya apakah masuk dalam bank besar atau kecil. Saat ini, kata dia ada 44 bank yang masuk dalam katagori bank besar dengan aset diatas Rp 10 triliun.

“Bank yang size besar nggak mungkin dibandingkan dengan yang kecil. Itu jadi info untuk pengawasan juga,” ucap Muliaman.

(hen/dnl)

Tags:
February 14, 2011

BTPN pecah saham dengan rasio 1 : 5

Bisnis Indonesia, 14 Februari 2011

OLEH M. MUNIR HAIKAL
JAKARTA: PT Bank Tabungan
Pensiunan Nasional Tbk berencana
menggelar pemecahan
harga saham dengan rasio 1:5.
Direktur BTPN Anika Faisal
kemarin menyatakan rencana
tersebut sudah masuk ke agenda
rapat umum pemegang saham.
Harga saham BTPN pada akhir
pekan lalu ditutup stagnan pada
level Rp12.550 dibandingkan
dengan akhir pekan lalu yang
menjadikan berkapitalisasi pasar
sebesar Rp14,21 triliun.
Pada 12 Maret 2008, BTPN
menggelar penawaran saham
perdana (initial public offering/
IPO) dengan harga Rp2.850.
Harga saham perseroan sempat
terpuruk sampai pada level
sekitar Rp1.000 pada saat krisis
keuangan berlangsung pada
November 2008. Namun, harga
sahamnya terus menguat dan
bahkan sempat mencapai level
Rp15.150 pada 9 Desember 2010.
BTPN pada tahun ini juga
berencana menerbitkan obligasi
senior senilai Rp1 triliun untuk
menyeimbangkan struktur pendanaan
jangka panjang dengan
jangka pendek. Penerbitan obligasi
memungkinkan perseroan
untuk menyiapkan dukungan
likuiditas bagi ekspansi kredit.
Selain itu, BTPN akan mencairkan
pinjaman senilai US$70
juta dari International Finance
Corporation (IFC), anak perusahaan
Bank Dunia. Padahal, pinjaman
senilai US$70 juta tersebut
diraih oleh BTPN pada 2009
namun tak kunjung dicairkan
hingga saat ini.
Penerbitan obligasi tersebut
untuk mengatur keseimbangan
sumber pendanaan jangka panjang
dengan yang jangka
pendek.
Pada tahun ini, BTPN mematok
pertumbuhan menembus
24% atau melampaui rata-rata
pertumbuhan industri perbankan
nasional. Ekspansi kredit
BTPN, juga tetap fokus ke pangsa
pasar pensiunan dan usaha
mikro kecil menengah.

Tags:
February 12, 2011

Masuk ‘Daftar Hitam’ Bank, Industri Tekstil Susah Cari Modal

detikFinance » Industri

Sabtu, 12/02/2011 13:25 WIB
Masuk ‘Daftar Hitam’ Bank, Industri Tekstil Susah Cari Modal
Wahyu Daniel – detikFinance

Jakarta – Perbankan dalam negeri masih menghindari pemberian kredit ke sektor industri tekstil sampai saat ini. Ini membuat industri tersebut kesulitan mencari modal.

Dalam survei perbankan Bank Indonesia (BI) di kuartal IV-2010, disebutkan ada banyak alasan yang menjadi penyebab industri tekstil dihindari oleh perbankan Indonesia sampai saat ini.

“Harga bahan baku yang berfluktiasi, maraknya produk tekstil impor, dan ketatnya persaingan pada industri tekstil yang diperkirakan akan meningkatkan potensi terjadinya kredit macet,” demikian isi laporan tersebut.

Survei BI ini dilakukan dengan sampel dari 43 bank umum yang berkantor pusat di Jakarta dengan pangsa kredit mewakili sekitar 80% dari nilai total kredit bank umum secara nasional.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, saat ini industri tekstil sedang didera kesulitan akibat kenaikan bahan bakunya. Kenaikan bahan baku ini menyebabkan kenaikan modal kerja.

Karena itu, para pelaku industri tekstil sangat membutuhkan suntikan modal saat ini. Namun mereka kesulitan karena perbankan menghindari pemberian kredit baru seperti hasil survei BI di atas.

Ade mengatakan, volume ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) dipastikan bakal anjlok menyusul naiknya harga bahan baku seperti kapas. Meskipun begitu, pada tahun ini ekspor tekstil bakal mencapai US$ 15 miliar atau jauh melampaui realisasi 2010 yang hanya US$ 11,2 miliar sebagai imbas kenaikan harga jual.

(dnl/dnl)

Tags:
February 6, 2011

Tambahan Modal ke Bank Aceh belum Dianggarkan

Sat, Feb 5th 2011, 10:43
Tambahan Modal ke Bank Aceh belum Dianggarkan
Ekonomi | Bisnis
BANDA ACEH – Sampai minggu kedua pembahasan RKA RAPBA 2011, program penambahan modal ke PT Bank Aceh belum dibicarakan pihak eksekutif dan legislatif. Menurut Wakil Ketua II Bidang Anggaran DPRA, Amir Helmi, Pemerintah Aceh memang tidak mengusulkan adanya penambahan modal ke Bank Aceh. “Karena dalam ringkasan usulan RAPBA 2011, pada bagian pengeluran pembiayaan, kolomnya tidak diisi atau ditulis nol. Ini artinya Pemerintah Aceh tidak mengusul tambahan penyertaan modal ke Bank Aceh,” ungkapnya kepada Serambi, Jumat (4/2).

Didampingi anggota Komisi C Bidang Keungan DPRA, Murhaban Makam, Amir Helmi menambahkan, ada dua kemungkinan kenapa Pemerintah Aceh tidak mengusul tambahan modal tersebut. Pertama; sumber Penerimaan Aceh tahun lalu tidak mencapai target, dan kedua; masih banyak proyek terlantar 2008 dan 2009 yang membutuhkan dana untuk penyelesaiannya. Meski demikian, Amir Helmi berkeyakinan Bank Aceh tidak akan kesulitan dana, karena jumlah penyertaan Pemerintah Aceh sudah cukup besar. Sampai posisi tahun 2009 lalu, penyertaan modal Pemerintah Aceh sudah mencapai Rp 551,9 miliar. Ditambah tahun 2010 lalu sekitar Rp 87 miliar, sehingga keseluruhan berjumlah Rp 638 miliar lebih.

“Ini merupakan jumlah yang cukup besar dan jika tahun ini tidak ada tambahan modal, Bank Aceh masih bisa berjalan normal,” ujarnya. Sementara itu, Caretaker Dirut PT Bank Aceh, Busra Abdullah, mengharapkan agar Pemerintah Aceh bisa terus meningkatkan penyertaan modalnya. Sebab, semakin besar penyertaan modal Pemerintah Aceh, maka akan semakin banyak program penyaluran kredit yang bisa diberikan Bank Aceh. “Misalnya program penyaluran kredit berbunga rendah kepada usaha kecil dan menengah. Mulai tahun lalu, segmen pasar kredit Bank Aceh tidak lagi mengandalkan pegawai negeri, melainkan sudah mulai memaksimalkan penyaluran kredit kepada usaha kecil dan menengah,” ucapnya.(her)

Tags: ,
February 3, 2011

BRI Siap Tagih Rp 400 Miliar ke Mulia Persada atas Sengketa Gedung

detikFinance » Moneter

Rabu, 02/02/2011 11:45 WIB
BRI Siap Tagih Rp 400 Miliar ke Mulia Persada atas Sengketa Gedung
Ramdhania El Hida – detikFinance

Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk akan meminta tagihan terhadap PT Mulia Persada Pacific (MPP) sekitar Rp 400 miliar atas kemenangan terhadap sengketa pembangunan gedung BRI II dan III di tingkat pengadilan.

“Kita berterimaksih kepada pengadilan didukung untuk kepentingan BUMN dan memang itu sesuai. Kita akan dapatkan kembali tanah dan gedung dari dana pensiun, tagihannya akan kita minta sekitar Rp 400 miliar,” tegas Dirut BRI Sofyan Basir saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (2/2/2011).

Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan BRI dan Dana Pensiun BRI terhadap (MPP) terkait dengan sengketa pembangunan gedung BRI II dan III. Putusan perkara tersebut dijatuhkan pada 30 Desember 2010 oleh Hakim Yulman, Ketua Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara No.157/PDT.G/2010/PN.JKT.PST ini.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan MPP selaku tergugat melakukan wanprestasi (ingkar janji) terhadap penggugat, berkenaan dengan pembangunan gedung BRI II dan III. Majelis hakim memutuskan mengabulkan sebagian tuntutan BRI dan Dana Pensiun BRI untuk menyatakan berakhirnya perjanjian Akta No.58 dan No.62 terkait perjanjian build operate transfer (BOT) pembangunan dan pengelolaan gedung BRI II dan III.

Selain itu, majelis hakim memerintahkan MPP mengembalikan Gedung BRI II serta mengganti kerugian sebesar Rp 347,80 miliar yang berasal dari pembayaran sewa gedung BRI II, yang seharusnya diterima Dana Pensiun BRI sejak 1998. Sementara itu, tuntutan membayar ganti rugi yang diajukan penggugat sebesar Rp 887,04 miliar akibat ke hilangan nilai gedung BRI III tersebut, tidak dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

(nia/ang)

Tags: ,
February 3, 2011

Duit Bank Victoria Nyangkut di Mandala Rp 50 Miliar

detikFinance » Moneter

Kamis, 03/02/2011 17:44 WIB
Duit Bank Victoria Nyangkut di Mandala Rp 50 Miliar
Suhendra – detikFinance

Jakarta – PT Mandala Airlines (Mandala) mengakui hingga kini memiliki tunggakan utang sebesar Rp 50 miliar di Bank Victoria. Bank Victoria menjadi satu-satunya kreditur Mandala dari kalangan perbankan, sementara selebihnya adalah lessor, supplier dan lain-lain.

“Jadi uang yang untuk operasi murni hampir semuanya dari pemegang saham, kecuali kita ada utang bank ada Rp 50 miliar dari Bank Victoria, dari total semuanya (kreditur) hanya satu bank hanya itu saja, itu untuk modal kerja,” kata Direktur Utama Mandala Diono Nurjadin kepada detikFinance, Rabu (2/2/2011).

Diono menjelaskan total hutang yang berhasil dicatat Mandala adalah kurang lebih Rp 800 miliar, yang tersebar dari lebih kurang 370 kreditur salah satunya Bank Victoria dalam bentuk pinjaman modal kerja. Namun katanya, angka itu bisa berubah sesuai dengan hasil verifikasi oleh administrator di PKPU atas semua klaim kreditur yang bisa diketahui setelah tanggal 11 Februari 2011.

“Di buku kita memang ada hitungan itu kurang lebih Rp 800 miliar, tapi itu kan bisa berubah karena kami juga melakukan verifikasi,” kata Diono.

Ia menambahkan para kreditur Mandala saat ini selain perbankan antaralain penyewa pesawat (lessor), supplier, bengkel pesawat, supplier penjual jasa ke Mandala, pendukung operasi Mandala dan lain-lain.

“(Beban utang dari) Lessor dan supplier, bengkel pesawat lebih dari 50%,” imbuhnya.

Diakuinya dari sekian kreditur lainnya, perbankan lah yang relatif cukup ketat dalam ‘menekan’ pengembalian utang. Hal ini tak mengherankan karena perbankan diatur dalam rambu-rambu Bank Sentral dalam hal ini Bank Indonesia, terutama mengenai menekan kredit macet.

“Ya, karenakan perbankan ketat sekali diperbankan banyak peraturan, umpanya di Indonesia ada BI. Tapi kalau inikan supplier, yang lebih hubungan bisnis, yang barang kali tak mengikuti peraturan asal dia percaya, dari kondisi kami,” jelasnya.

Tags: