Archive for ‘mafia migas’

May 6, 2017

Tumpahan Minyak Montara, Pemerintah Pernah Dikelabui PTTEP

“dikelabui” atau permainan sogok menyogok ?????

JUM’AT, 05 MEI 2017 | 20:02 WIB

Tumpahan Minyak Montara, Pemerintah Pernah Dikelabui PTTEP

abc.net.au

TEMPO.CO, Jakarta – Deputi Koordinasi Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan pemerintah pernah dikelabui oleh pihak Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) saat melakukan negosiasi. Hal ini terkait dengan tumpahan minyak Montara di Laut Timor.

“Rencananya (ada pertemuan) di Singapura, setelah semua datang ke sana ternyata pihak PTTEP tak mengirim orang,” kata Arif Havas saat ditemui di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Mei 2017.

Havas menuturkan sejak 2009 sudah ada berbagai langkah yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dan pihak PTTEP. Alasannya karena pemerintah awalnya berpikir ada niat baik dari pihak PTTEP. “Dulu waktu saya masih di Kementerian Luar Negeri bolak-balik ke Australia.”

Baca: Tumpahan Minyak Montara, Pemerintah Gugat PTTEP Rp 27,4 Triliun

Menurut Havas setelah pertemuan di 2009 tak ada kelanjutan maka dihentikan, lalu dimulai lagi pada 2012-2013 ketika dibentuk komisi independen yang diisi oleh mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Di periode inilah sempat ada diskusi yang mengerucut.

Kejadian itu terjadi di akhir 2012 dan direncanakan ada pertemuan di Singapura. Saat itulah pemerintah dikelabui oleh pihak PTTEP. “Kami mengambil kesimpulan tak ada itikad baik dari pihak mereka,” ujar Arif Havas.

Selain itu ada juga faktor eksternal di luar sikap PTTEP yang membuat penyelesaian masalah ini berlarut sejak 2009. Faktor tersebut adalah perubahan pemerintahan yang disayangkan membuat penyelesaian masalah ini berlarut.

Simak: Kasus Pencemaran Laut Timor Bentuk Lain Pelecehan Australia

Kejadian kebocoran minyak dari The Montara Well Head Platform dias Blok West Atlas Laut Timor perairan Australia terjadi pada 21 Agustus 2009. Kebocoran pada mulut sumur mengakibatkan tumpahnya minyak dan gas hidrokarbon ke laut. Tumpahan itu kemudian sampai juga ke wilayah perairan Indonesia yang kemudian membuat pemerintah mengajukan gugatan.

Pemerintah sudah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 3 Mei kemarin atas kejadian tumpahan dari lapangan minyak Montarra di Laut Timor. Dalam gugatannya pemerintah meminta ganti rugi sebesar Rp 23 triliun sebagai ganti rugi kerusakan lingkungan dan juga ada ganti rugi pemulihan kerusakan lingkungan sebesar Rp 4,4 triliun.

DIKO OKTARA

March 23, 2017

Malas “Mikir” ala PLN dan Mentri BUMN

keliatan orang PLN hanya mau  main cepat dan dapet duit komisi doang (dari si penyedia dan main minyak solar). Bayangkan genset raksasa berbahan bakar minyak DIESEL..Pastinya punya depot diesel di laut yang gampang bocor..hehe (istilahnya kencing di laut )  Kapasitas genset 12o MW tapi dikontrak 60 MW.. kok mau ya ??  Pastinya dia mau kalau bisa bermain dengan solar subsidi dan bisa kencing di lautan

2)Sekarang sih dia bilang murah karena harga minyak dunia lari rontok.. tapi jika harga Minyak loncat lagi ke $100/barrel..gimana ??? Mati lampu lah kota Ambon dan kota kota lain yang mengandalkan genset .. Kalau kata  cak Lontong : MIKIR !!   Kenapa energi terbarukan yang sangat melimpah ruah tidak mau dimanfaatkan oleh perusahaan listrik negara ( PLN ) yang berlogo gledek..

3) Urusan (pembangkit )tenaga listrik, ganti rejim ganti kebijakan dan ganti aktor. Jaman Esbeye yang bermain adalah kroninya JK cs(2004-2009) dan kroni Dahlan Iskan cs (2009-2014). Nah sekarang rejim Joko yang bermain lincah mencari bancakan di PLN siapa lagi kalau bukan kroni si Bu Menteri Rini S.  Kalau terus terusan begini bagaimana dengan ketahanan energi Indonesia untuk generesi mendatang ?? Masih pake solar ???  MIKIR , DONG !
Kamis 23 Mar 2017, 18:31 WIB

Ada Kapal ‘Genset Raksasa’, Ongkos Produksi Listrik Lebih Murah

Ardan Adhi Chandra – detikFinance
Ada Kapal Genset Raksasa, Ongkos Produksi Listrik Lebih MurahFoto: Ardan Adhi Chandra/detikFinance

Waai – PT PLN (Persero) mendatangkan Kapal Pembangkit Listrik atau Marine Vessel Power Plant (MVPP) berkapasitas 60 megawatt (MW) dari Turki. Dengan datangnya Kapal ‘Genset Raksasa’ ini, produksi listrik PLN pun bisa semakin murah.

Produksi listrik lewat Kapal ‘Genset Raksasa’ menggunakan bahan bakar minyak jenis Heavy Fuel Oil (HFO) yang harganya lebih murah dari solar industri. Harga HFO sekitar dua per tiga dari harga solar industri.

“Mesin pembangkit ini sendiri bahan bakarnya dua, satu BBM namanya HFO yang harganya dua per tiga dari solar. Harganya HFO Rp 4.500,” jelas Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua Haryanto WS di Waai, Kabupaten Maluku Tengah, Kamis (23/3/2017).

Dari segi konsumsi bahan bakar pun lebih irit. Kapal ‘Genset Raksasa’ hanya membutuhkan 0,22 liter HFO untuk memproduksi per kwh listrik.

“Kemudian mesinnya sendiri sangat efisien karena konsumsinya 0,22, artinya 1 kwh hanya perlu 0,22 liter BBM. Kalau mesin besar 0,3 liter,” tutur Haryanto.

Selain menggunakan HFO, bahan bakar produksi listrik di Kapal ‘Genset Raksasa’ ini bisa menggunakan gas. Terlebih lagi, pemerintah mendorong PLN untuk memanfaatkan gas sebagai sumber energi pembangkit khususnya Indonesia timur.

“Sekarang pemerintah berikan alokasi gas cukup banyak untuk pembangkit PLN termasuk di Indonesia timur. Di Tangguh ada gas sudah produksi dan kembangkan, kita harapkan bisa dapat gas dari sana,” ujar Haryanto.

Meski demikian, PLN mengaku tidak mengambil untung dari penjualan listrik di Ambon. Bahkan PLN harus menutup kerugian dari penjualan listrik di salah satu pulau timur Indonesia.

“Lebih tinggi biaya pokok produksi (daripada harga jual). Kebijakan korporasi kita listrik di Indonesia timur enggak mikir untung rugi, yang penting elektrifikasi,” kata Haryanto.

Tambah kapasitas

Kapal ‘Genset Raksasa’ ini memiliki kapasitas 120 megawatt (mw), namun PLN dalam perjanjian sewa kapal meneken 60 mw. Haryanto mengatakan, beban puncak listrik di Ambon sebesar 58 MW pada malam tahun baru 2016 lalu.

Saat ini, kapasitas listrik terpasang di Ambon sebesar 70 MW. Kehadiran Kapal ‘Genset Raksasa’ dari Turki ini sekaligus menggantikan peran pembangkit-pembangkit yang tidak optimal.

“Kedatangan mesin pembangkit ini sekaligue menambah kapasitas daya terpasang di Ambon. Juga menggantikan mesin-mesin yang sudah tua yang ada di sini,” terang Haryanto

Haryanto menambahkan, dengan datangya kapal ‘Genset Raksasa’ sekaligus menjawab tantangan listrik Ambon dalam beberapa tahun ke depan. Dengan asumsi pertumbuhan beban puncak listrik sebesar 10% per tahun di Ambon, maka kebutuhan listrik di Ambon akan bertambah menjadi 105 MW di 2020.

“Dengan datangnya kapal ini menjawab kebutuhan listrik di Ambon masa depan. Kalau pertumbuhan beban puncak di sini maksimum 10% oer tahun itu katakan sekarang tahun ini 77 MW maka di 2020 105 MW,” jelas Haryanto.

Dengan demikian, daya tarik investasi Ambon pun bisa meningkat dengan mencukupinya kebutuhan listrik.

“Bukan hanya memenuhi kebutuhan listrik as usual rumah tangga. Harapan kita akan datang investor ke Ambon buka bisnis di sini, buka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan perekonomian rakyat,” tutup Haryanto. (hns/hns)

Kamis 23 Mar 2017, 18:31 WIB

Ada Kapal ‘Genset Raksasa’, Ongkos Produksi Listrik Lebih Murah

Ardan Adhi Chandra – detikFinance
Ada Kapal Genset Raksasa, Ongkos Produksi Listrik Lebih MurahFoto: Ardan Adhi Chandra/detikFinance

Waai – PT PLN (Persero) mendatangkan Kapal Pembangkit Listrik atau Marine Vessel Power Plant (MVPP) berkapasitas 60 megawatt (MW) dari Turki. Dengan datangnya Kapal ‘Genset Raksasa’ ini, produksi listrik PLN pun bisa semakin murah.

Produksi listrik lewat Kapal ‘Genset Raksasa’ menggunakan bahan bakar minyak jenis Heavy Fuel Oil (HFO) yang harganya lebih murah dari solar industri. Harga HFO sekitar dua per tiga dari harga solar industri.

“Mesin pembangkit ini sendiri bahan bakarnya dua, satu BBM namanya HFO yang harganya dua per tiga dari solar. Harganya HFO Rp 4.500,” jelas Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua Haryanto WS di Waai, Kabupaten Maluku Tengah, Kamis (23/3/2017).

Dari segi konsumsi bahan bakar pun lebih irit. Kapal ‘Genset Raksasa’ hanya membutuhkan 0,22 liter HFO untuk memproduksi per kwh listrik.

“Kemudian mesinnya sendiri sangat efisien karena konsumsinya 0,22, artinya 1 kwh hanya perlu 0,22 liter BBM. Kalau mesin besar 0,3 liter,” tutur Haryanto.

Selain menggunakan HFO, bahan bakar produksi listrik di Kapal ‘Genset Raksasa’ ini bisa menggunakan gas. Terlebih lagi, pemerintah mendorong PLN untuk memanfaatkan gas sebagai sumber energi pembangkit khususnya Indonesia timur.

“Sekarang pemerintah berikan alokasi gas cukup banyak untuk pembangkit PLN termasuk di Indonesia timur. Di Tangguh ada gas sudah produksi dan kembangkan, kita harapkan bisa dapat gas dari sana,” ujar Haryanto.

Meski demikian, PLN mengaku tidak mengambil untung dari penjualan listrik di Ambon. Bahkan PLN harus menutup kerugian dari penjualan listrik di salah satu pulau timur Indonesia.

“Lebih tinggi biaya pokok produksi (daripada harga jual). Kebijakan korporasi kita listrik di Indonesia timur enggak mikir untung rugi, yang penting elektrifikasi,” kata Haryanto.

Tambah kapasitas

Kapal ‘Genset Raksasa’ ini memiliki kapasitas 120 megawatt (mw), namun PLN dalam perjanjian sewa kapal meneken 60 mw. Haryanto mengatakan, beban puncak listrik di Ambon sebesar 58 MW pada malam tahun baru 2016 lalu.

Saat ini, kapasitas listrik terpasang di Ambon sebesar 70 MW. Kehadiran Kapal ‘Genset Raksasa’ dari Turki ini sekaligus menggantikan peran pembangkit-pembangkit yang tidak optimal.

“Kedatangan mesin pembangkit ini sekaligue menambah kapasitas daya terpasang di Ambon. Juga menggantikan mesin-mesin yang sudah tua yang ada di sini,” terang Haryanto

Haryanto menambahkan, dengan datangya kapal ‘Genset Raksasa’ sekaligus menjawab tantangan listrik Ambon dalam beberapa tahun ke depan. Dengan asumsi pertumbuhan beban puncak listrik sebesar 10% per tahun di Ambon, maka kebutuhan listrik di Ambon akan bertambah menjadi 105 MW di 2020.

“Dengan datangnya kapal ini menjawab kebutuhan listrik di Ambon masa depan. Kalau pertumbuhan beban puncak di sini maksimum 10% oer tahun itu katakan sekarang tahun ini 77 MW maka di 2020 105 MW,” jelas Haryanto.

Dengan demikian, daya tarik investasi Ambon pun bisa meningkat dengan mencukupinya kebutuhan listrik.

“Bukan hanya memenuhi kebutuhan listrik as usual rumah tangga. Harapan kita akan datang investor ke Ambon buka bisnis di sini, buka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan perekonomian rakyat,” tutup Haryanto. (hns/hns)

=

Jumat 24 Mar 2017, 08:13 WIB

Ini Deretan Kapal ‘Genset Raksasa’ yang Disewa PLN untuk Terangi RI

Ardan Adhi Chandra – detikFinance
Ini Deretan Kapal Genset Raksasa yang Disewa PLN untuk Terangi RIFoto: Ardan Adhi Chandra/detikFinance

Ambon – PT PLN (Persero) baru saja melakukan uji coba kapal pembangkit listrik atau Marine Vessel Power Plant (MVPP) di Ambon. Kapal ‘Genset Raksasa’ ini memasok listrik Ambon sebesar 60 megawatt (MW).

Kapal ‘Genset Raksasa’ dari Turki ini sudah tiba di Waai, Ambon sejak Rabu (15/3/2017) lalu.

“Kedatangan mesin pembangkit ini sekaligus menambah kapasitas daya terpasang di Ambon,” jelas Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua, Haryanto WS, di Waai, Kabupaten Maluku Tengah, Kamis (23/3/2017).

Sebelumnya, PLN juga sudah mendatangkan Kapal ‘Genset Raksasa’ ke Amurang pada Desember 2015 lalu. Kapal ‘Genset Raksasa’ Amurang memiliki kapasitas 120 MW yang mengalirkan listrik untuk daerah Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.

Kapal Genset Untuk AmurangKapal Genset Untuk Amurang Foto: Dok. PLN

PLN juga sudah mendatangkan Kapal ‘Genset Raksasa’ ke Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapal ‘Genset Raksasa’ ini memiliki kapasitas 60 MW yang juga sempat dikunjungi Presiden Joko Widodo (Jokowi) Desember 2016 lalu.

Kapal Genset Untuk KupangKapal Genset Untuk Kupang Foto: Dok. PLN

“Ada di Amurang 120 MW, Kupang 60 MW, dan Ambon 60 MW tadi diujicoba,” jelas Haryanto.

Haryanto menambahkan, ke depan PLN akan mendatangkan dua Kapal ‘Genset Raksasa’ lagi untuk memenuhi kebutuhan listrik di Lombok dan Belawan. Masing-masing kapal akan didatangkan dengan kapasitas sebesar 60 MW untuk Lombok dan 240 MW untuk Belawan. (wdl/wdl)

November 23, 2016

Swasta Boleh Bangun Kilang, Apakah Jadi Saingan Pertamina?

10 tahun SBY.. hanya muter2 saja dan bikin Moh Riza – Hatta Rajasa jadi kaya raya..
Rabu 23 Nov 2016, 22:30 WIB

Michael Agustinus – detikFinance
Swasta Boleh Bangun Kilang, Apakah Jadi Saingan Pertamina?Foto: Michael Agustinus-detikFinance
Jakarta – Menteri ESDM Ignasius Jonan baru saja menandatangani Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri oleh Badan Usaha Swasta (Permen ESDM 35/2016).

Berdasarkan Permen ESDM 35/2016 ini, swasta diizinkan membangun kilang minyak. Kilang bukan lagi monopoli PT Pertamina (Persero). Tujuannya ialah menekan impor BBM yang saat ini sudah mencapai 800.000 barel per hari (bph) atau 50% dari kebutuhan nasional.

Tetapi menurut perhitungan Pertamina, dengan adanya 4 proyek modifikasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan 2 proyek pembangunan kilang baru (Grass Root Refinery/GRR) yang mereka jalankan, di 2023 Indonesia sudah ‘swasembada’ BBM.

Pada 2022, Pertamina menargetkan kapasitas kilang minyak mereka sudah 2 juta bph. Kapasitas akan terus ditambah hingga mencapai 2,6 juta bph pada 2030.

Jika ada kilang swasta, apakah produksi BBM di dalam negeri tidak berlebihan? Apakah kilang swasta akan jadi saingan kilang Pertamina? Akan dijual ke mana kalau produksi di atas konsumsi BBM nasional?

Terkait hal ini, Jonan berpendapat bahwa pasar untuk kilang swasta masih sangat terbuka, tidak perlu berebut pasar dengan Pertamina. Sebab, konsumsi BBM di dalam negeri terus naik, meningkat 1,5 kali lipat pertumbuhan ekonomi per tahun.

Surplus produksi BBM bisa diekspor ke negara-negara tetangga yang berstatus importir BBM.

“Indonesia mestinya bisa ekspor juga. Kebutuhan dalam negeri pasti tumbuh. Pertumbuhan energi pasti lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi, 1,5 kali lipat dari pertumbuhan ekonomi. Dihitung saja sekarang kebutuhan kita 1,6 juta bph,” ujar Jonan dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (23/11/2016).

Menurutnya, pasti ada peluang pasar. Pemilik kilang harus jeli, kalau tak bisa dijual di dalam negeri maka harus dicari pasar ekspor.

“Intinya yang mau bangun refinery di Indonesia, ekspor silakan, buka SPBU sendiri silakan. Anda kan bukan pengusaha kilang, nggak tahu jualnya ke mana. Namanya orang bisnis harus ada akalnya,” pungkas Jonan. (hns/hns)

November 14, 2016

RI – Singapura : Singapura Berterima Kasih atas Penanganan Asap dan Terorisme

Asal saling menguntungkan .. Selama ini kelihatannya Singapura yang jauh lebih untung dari Indonesia. Mulai dari urusan minyak, karena kebodohan, kedunguan , kedengkian ditambah berkeliarannya maling (mafia migas) di Indonesia walhasil  negeri pulau itu bisa menjadi eksportir minyak ke Indonesia, luar biasa bukan.. saya sih agak malu.. yang nggak pernah malu mungkin presiden SBY  ya.. 10 tahun cuek aja.. dikadalin oleh mafia minyak..
Yang paling nelangsa kalau main ke Singapura, jika kita menoleh pulau Batam..jika malam tiba, Singapura begitu cantik karena listrik yang berlimpah dari Natuna.(di jual murah oleh Indonesia ..jamannya Megawati (bos nya Pak Joko),  sedangkan Batam kelihatan redup dan temaram karena PLN tidak dapat memenuhi kebutuhan listri di pulau tersebut..  malu dan mengelus dada.
Saya sih hanya bisa berharap ke penguasa negeri ini,  tidak mengulangi kesalahan dan kedunguan masa lalu jika bekerja sama dengan negara pulau ini..
Senin 14 Nov 2016, 19:42 WIB

Jokowi: PM Singapura Berterima Kasih atas Penanganan Asap dan Terorisme

Bagus Prihantoro Nugroho – detikNews
Jokowi: PM Singapura Berterima Kasih atas Penanganan Asap dan TerorismeFoto: Bagus Prihantoro Nugroho

Jakarta – Selain bicara soal industri dan investasi, Presiden Jokowi dan PM Singapura Lee Hsien Loong juga membahas isu lain. Salah satunya tentang bencana kabut asap.

“Kita bicara masalah asap yang Perdana Menteri Lee juga terima kasih karena tahun ini jauh lebih terorganisir dan juga penegakan hukum lebih tegas,” ujar Jokowi di Kawasan Industri Park by the Bay, Kendal, Jawa Tengah, Senin (14/11/2016).

Seperti diketahui, bencana kabut asap tahun lalu menuai kritik baik dalam negeri maupun luar negeri. Setelah asap berhasil ditanggulangi, proses hukum pun dilakukan dan menetapkan sejumlah tersangka.

Selain soal asap, Jokowi dan Lee juga membahas soal terorisme. Singapura berterima kasih pula atas upaya Indonesia memerangi terorisme.

“Terorisme juga saya kira tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan terorisme, saya kira terus dilakukan. Dan tadi PM Lee terima kasih karena kita bisa tangkap rencana teroris untuk melemparkan roket ke Singapura,” ujar Jokowi.
(bpn/jor)

+++++++++++++++++++++

 

Indonesia, Singapore agree to boost economic cooperation

  • Ina Parlina
    Ina ParlinaThe Jakarta Post

Semarang, Central Java | Mon, November 14, 2016 | 02:55 pm

Indonesia, Singapore agree to boost economic cooperationCloser ties – President Joko “Jokowi” Widodo (second from left), accompanied by First Lady Iriana Joko Widodo (left), shakes hands with his Singaporean counterpart Prime Minister Lee Hsien Loong (second from right), accompanied by his wife Ho Ching, prior to their bilateral meeting in Semarang, Central Java, on Nov. 14. (Courtesy of the Presidential Office/Laily Rachev)

President Joko “Jokowi” Widodo and his Singaporean counterpart Prime Minister Lee Hsien Loong agreed to boost economic cooperation between the two countries during their first Leaders’ Retreat in Semarang, Central Java, on Monday.

In the meeting, Jokowi praised Singapore as “one of Indonesia’s key partners in trade and investment”, while Lee said bilateral relations between the two nations were “in good shape”.

After the meeting, Jokowi and Lee are set to inaugurate the Kendal Industrial Park on the outskirts of Semarang. It is expected that the industrial park will create about 4,000 jobs in Semarang and Kendal.

“So it’s a win-win outcome for Singapore and Indonesia,” Lee told a press conference after the bilateral meeting.

Singapore’s investment in Indonesia amounted to US$7.1 billion between January and September this year, increasing by 44 percent from the same period last year.

Jokowi also told Lee that the Indonesian government would continue to carry out economic and legal reforms in a bid to create a more competitive economy.

The two leaders also signed a Memorandum of Understanding on cooperation in tourism, which could open up new possibilities to develop new tourist destinations in Indonesia.

The meeting was initially scheduled for August but was postponed after Lee suffered from a sudden drop in blood pressure. (ebf)

Tags:
August 21, 2016

Harga Avtur di Bandara Soetta Masih Mahal, Ini Respons Pertamina 26 % ! 

Gila ya. Kok pemerintah masih santai… ini permainan Mafia Migas atau permainan pemerintah Singapore..entahlah.. lagi lagi kita digoblok ini oleh Singapore

Detik. Com. 22.08. 2016

Jakarta – Dalam rapat di Kemenko Kemaritiman pada 2 Agustus 2016 lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan bahwa harga avtur di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, masih lebih mahal 26% dari Bandara Changi di Singapura. 

Akibatnya, biaya penerbangan tidak efisien. Banyak maskapai-maskapai penerbangan dari Indonesia yang kerap transit di Singapura untuk mengisi bahan bakar karena di sana lebih murah. 

PT Pertamina (Persero) mengaku telah berupaya melakukan efisiensi, misalnya dengan memperpendek rantai suplai avtur. Solusi-solusi lain untuk menekan harga avtur akan dicari bersama dengan pemerintah. 

“Dari sisi internal, kami tentunya memaksimalkan rantai suplai yang paling efisien agar kompetitif harganya, dan kami siap kerja sama dengan pemerintah untuk solusi terbaik,” kata VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, kepada detikFinance, Minggu (21/8/2016).

Dalam waktu dekat ini, Pertamina dan pemerintah akan kembali rapat membahas apa saja upaya-upaya yang perlu dilakukan agar harga avtur bisa semakin efisien. 

“Kami dalam waktu dekat akan hadir rapat bersama Pak Menko Kemaritiman dan di sana tentunya akan diupayakan solusi-solusi terbaik untuk kepentingan masyarakat,” ucapnya.

Sebelumnya, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa dirinya menerima komplain dari Menteri Perhubungan Budi Karya soal harga avtur yang masih tinggi. 

Luhut menyatakan, perlu segera dilakukan kajian untuk mencari biaya-biaya apa saja yang dapat ditekan supaya harga avtur di dalam negeri turun.

“Kita review semua, dari komplain Pak Budi Karya kenapa harga avtur di Bandara Soetta ini harganya 26% lebih mahal dari di Singapura. Intinya kita dengan sekeliling ini bersaing, jadi tidak boleh mahal-mahal, bersaing murah-murahan. Untuk itu efisiensi menjadi kata kunci,” tegasnya.
(feb/feb)

Share:

0 Komentar

http://mood.detik.com/display/datalayer/mood.php#idkanal=3||idnews=3280059||title=Harga%20Avtur%20di%20Bandara%20Soetta%20Masih%20Mahal%2C%20Ini%20Respons%20Pertamina||article_url=http%3A%2F%2Fm.detik.com%2Ffinance%2Fread%2F2016%2F08%2F21%2F182022%2F3280059%2F1034%2Fharga-avtur-di-bandara-soetta-masih-mahal-ini-respons-pertamina||idsubkanal=1034||idfokus=0||idmicrosite=0||appid=96||ismobile=0||date=21-08-2016

Baca Juga:Harga Gas untuk Industri di Sumut Mahal, Ini Penjelasan Pertamina

(function(){var l=this,aa=function(a){var b=typeof a;if("object"==b)if(a){if(a instanceof Array)return"array";if(a instanceof Object)return b;var c=Object.prototype.toString.call(a);if("[object Window]"==c)return"object";if("[object Array]"==c||"number"==typeof a.length&&"undefined"!=typeof a.splice&&"undefined"!=typeof a.propertyIsEnumerable&&!a.propertyIsEnumerable("splice"))return"array";if("[object Function]"==c||"undefined"!=typeof a.call&&"undefined"!=typeof a.propertyIsEnumerable&&!a.propertyIsEnumerable("call"))return"function"}else return"null";else if("function"==b&&"undefined"==typeof a.call)return"object";return b},m=function(a){return"string"==typeof a},ba=function(a,b){var c=Array.prototype.slice.call(arguments,1);return function(){var b=c.slice();b.push.apply(b,arguments);return a.apply(this,b)}},p=Date.now||function(){return+new Date},q=function(a,b){var c=a.split("."),d=l;c[0]in d||!d.execScript||d.execScript("var "+c[0]);for(var e;c.length&&(e=c.shift());)c.length||void 0===b?d=d[e]?d[e]:d[e]={}:d[e]=b};var ca=function(a,b,c,d,e){if(e)c=a+("&"+b+"="+c);else{var f="&"+b+"=",g=a.indexOf(f);0>g?c=a+f+c:(g+=f.length,f=a.indexOf("&",g),c=0<=f?a.substring(0,g)+c+a.substring(f):a.substring(0,g)+c)}return 2E3<c.length?void 0!==d?ca(a,b,d,void 0,e):a:c};var da=function(){var a=/[&\?#]exk=([^& ]+)/.exec(t.location.href);return a&&2==a.length?a[1]:null};var ea=String.prototype.trim?function(a){return a.trim()}:function(a){return a.replace(/^[\s\xa0]+|[\s\xa0]+$/g,"")},ga=function(a,b){for(var c=0,d=ea(String(a)).split("."),e=ea(String(b)).split("."),f=Math.max(d.length,e.length),g=0;0==c&&g<f;g++){var h=d[g]||"",k=e[g]||"";do{h=/(\d*)(\D*)(.*)/.exec(h)||["","","",""];k=/(\d*)(\D*)(.*)/.exec(k)||["","","",""];if(0==h[0].length&&0==k[0].length)break;c=fa(0==h[1].length?0:parseInt(h[1],10),0==k[1].length?0:parseInt(k[1],10))||fa(0==h[2].length,0==k[2].length)||fa(h[2],k[2]);h=h[3];k=k[3]}while(0==c)}return c},fa=function(a,b){return ab?1:0};var ha=function(a,b,c){if("array"==aa(b))for(var d=0;d<b.length;d++)ha(a,String(b[d]),c);else null!=b&&c.push("&",a,""===b?"":"=",encodeURIComponent(String(b)))},ia=function(a,b,c){for(c=c||0;c<b.length;c+=2)ha(b[c],b[c+1],a);return a},ja=function(a,b){var c=2==arguments.length?ia([a],arguments[1],0):ia([a],arguments,1);if(c[1]){var d=c[0],e=d.indexOf("#");0e?c[1]="?":e==d.length-1&&(c[1]=void 0)}return c.join("")};var ka=Array.prototype.indexOf?function(a,b,c){return Array.prototype.indexOf.call(a,b,c)}:function(a,b,c){c=null==c?0:0>c?Math.max(0,a.length+c):c;if(m(a))return m(b)&&1==b.length?a.indexOf(b,c):-1;for(;c<a.length;c++)if(c in a&&a[c]===b)return c;return-1},la=Array.prototype.forEach?function(a,b,c){Array.prototype.forEach.call(a,b,c)}:function(a,b,c){for(var d=a.length,e=m(a)?a.split(""):a,f=0;f<d;f++)f in e&&b.call(c,e[f],f,a)},ma=Array.prototype.map?function(a,b,c){return Array.prototype.map.call(a,b,c)}:function(a,b,c){for(var d=a.length,e=Array(d),f=m(a)?a.split(""):a,g=0;g<d;g++)g in f&&(e[g]=b.call(c,f[g],g,a));return e};var na=function(a,b){for(var c in a)b.call(void 0,a[c],c,a)},oa=function(a,b){return null!==a&&b in a};var u;a:{var pa=l.navigator;if(pa){var qa=pa.userAgent;if(qa){u=qa;break a}}u=""}var v=function(a){return-1!=u.indexOf(a)},ua=function(a){for(var b=RegExp("(\\w[\\w ]+)/([^\\s]+)\\s*(?:\\((.*?)\\))?","g"),c=[],d;d=b.exec(a);)c.push([d[1],d[2],d[3]||void 0]);return c};var va=function(){return v("Trident")||v("MSIE")},w=function(){return(v("Chrome")||v("CriOS"))&&!v("Edge")},xa=function(){function a(a){var b;a:{b=d;for(var g=a.length,h=m(a)?a.split(""):a,k=0;kb?null:m(a)?a.charAt(b):a[b]]||""}var b=u;if(va())return wa(b);var b=ua(b),c={};la(b,function(a){c[a[0]]=a[1]});var d=ba(oa,c);return v("Opera")?a(["Version","Opera"]):v("Edge")?a(["Edge"]):w()?a(["Chrome","CriOS"]):(b=b[2])&&b[1]||""},wa=function(a){var b=/rv: *([\d\.]*)/.exec(a);if(b&&b[1])return b[1];var b="",c=/MSIE +([\d\.]+)/.exec(a);if(c&&c[1])if(a=/Trident\/(\d.\d)/.exec(a),"7.0"==c[1])if(a&&a[1])switch(a[1]){case "4.0":b="8.0";break;case "5.0":b="9.0";break;case "6.0":b="10.0";break;case "7.0":b="11.0"}else b="7.0";else b=c[1];return b};var ya=function(a){ya[" "](a);return a};ya[" "]=function(){};var Aa=function(a,b){var c=za;return Object.prototype.hasOwnProperty.call(c,a)?c[a]:c[a]=b(a)};var Ba=function(a,b){for(var c in a)Object.prototype.hasOwnProperty.call(a,c)&&b.call(void 0,a[c],c,a)},Da=function(){var a=Ca;if(!a)return"";var b=/.*[&#?]google_debug(=[^&]*)?(&.*)?$/;try{var c=b.exec(decodeURIComponent(a));if(c)return c[1]&&1e)return"";a.c.sort(function(a,b){return a-b});d=null;c="";for(var f=0;f<a.c.length;f++)for(var g=a.c[f],h=a.f[g],k=0;k=n.length){e-=n.length;b+=n;c=a.g;break}else a.l&&(c=e,n[c-1]==a.g&&–c,b+=n.substr(0,c),c=a.g,e=0);d=null==d?g:d}}f="";a.h&&null!=d&&(f=c+a.h+"="+(a.P||d));return b+f+""},Ja=function(a){if(!a.h)return a.o;var b=1,c;for(c in a.f)b=c.length>b?c.length:b;return a.o-a.h.length-b-a.g.length-1},Ka=function(a,b,c,d,e){var f=[];Ba(a,function(a,h){var k=Ma(a,b,c,d,e);k&&f.push(h+"="+k)});return f.join(b)},Ma=function(a,b,c,d,e){if(null==a)return"";b=b||"&";c=c||",$";"string"==typeof c&&(c=c.split(""));if(a instanceof Array){if(d=d||0,d<c.length){for(var f=[],g=0;ge?encodeURIComponent(Ka(a,b,c,d,e+1)):"…";return encodeURIComponent(String(a))};var Na=function(a,b,c,d,e){try{var f;c instanceof Ha?f=c:(f=new Ha,Ba(c,function(a,b){var c=f,d=c.L++,e=Ia(b,a);c.c.push(d);c.f[d]=e}));if((d?a.O:Math.random())<(e||a.H)){var g=La(f,a.N,a.I,a.M+b+"&");y(l,g)}}catch(h){}},y=function(a,b,c){a.google_image_requests||(a.google_image_requests=[]);var d=a.document.createElement("img");if(c){var e=function(a){c(a);a=e;d.removeEventListener?d.removeEventListener("load",a,!1):d.detachEvent&&d.detachEvent("onload",a);a=e;d.removeEventListener?d.removeEventListener("error",a,!1):d.detachEvent&&d.detachEvent("onerror",a)};Ga(d,"load",e);Ga(d,"error",e)}d.src=b;a.google_image_requests.push(d)};var Oa=function(a,b,c){this.u=a;this.K=b;this.i=c;this.j=null;this.J=this.s;this.A=!1},Pa=function(a,b,c){this.message=a;this.fileName=b||"";this.lineNumber=c||-1},Ra=function(a,b,c){var d;try{d=c()}catch(g){var e=a.i;try{var f=Qa(g),e=a.J.call(a,b,f,void 0,void 0)}catch(h){a.s("pAR",h)}if(!e)throw g;}finally{}return d},z=function(a,b){var c=Sa;return function(){for(var d=[],e=0;e<arguments.length;++e)d[e]=arguments[e];return Ra(c,a,function(){return b.apply(void 0,d)})}};Oa.prototype.s=function(a,b,c,d,e){try{var f=e||this.K,g=new Ha;g.l=!0;x(g,1,"context",a);b instanceof Pa||(b=Qa(b));x(g,2,"msg",b.message.substring(0,512));b.fileName&&x(g,3,"file",b.fileName);0<b.lineNumber&&x(g,4,"line",b.lineNumber.toString());b={};if(this.j)try{this.j(b)}catch(G){}if(d)try{d(b)}catch(G){}d=[b];g.c.push(5);g.f[5]=d;var h;e=l;d=[];var k,n=null;do{b=e;var r;try{var W;if(W=!!b&&null!=b.location.href)b:{try{ya(b.foo);W=!0;break b}catch(G){}W=!1}r=W}catch(G){r=!1}r?(k=b.location.href,n=b.document&&b.document.referrer||null):(k=n,n=null);d.push(new Fa(k||""));try{e=b.parent}catch(G){e=null}}while(e&&b!=e);k=0;for(var H=d.length-1;k<=H;++k)d[k].depth=H-k;b=l;if(b.location&&b.location.ancestorOrigins&&b.location.ancestorOrigins.length==d.length-1)for(k=1;k<d.length;++k){var ra=d[k];ra.url||(ra.url=b.location.ancestorOrigins[k-1]||"",ra.m=!0)}for(var sa=new Fa(l.location.href,!1),ta=d.length-1,H=ta;0parseFloat($a)){Za=String(bb);break a}}Za=$a}var cb=Za,za={},D=function(a){return Aa(a,function(){return 0<=ga(cb,a)})},db=l.document,eb=db&&B?Ya()||("CSS1Compat"==db.compatMode?parseInt(cb,10):5):void 0;var E=function(a,b){this.width=a;this.height=b};E.prototype.clone=function(){return new E(this.width,this.height)};E.prototype.ceil=function(){this.width=Math.ceil(this.width);this.height=Math.ceil(this.height);return this};E.prototype.floor=function(){this.width=Math.floor(this.width);this.height=Math.floor(this.height);return this};E.prototype.round=function(){this.width=Math.round(this.width);this.height=Math.round(this.height);return this};E.prototype.scale=function(a,b){this.width*=a;this.height*="number"==typeof b?b:a;return this};!C&&!B||B&&9<=Number(eb)||C&&D("1.9.1");B&&D("9");var F=null,fb=function(){if(!A.body)return!1;if(!F){var a=A.createElement("iframe");a.style.display="none";a.id="anonIframe";F=a;A.body.appendChild(a)}return!0};var Sa;Sa=new Oa(new function(){this.N="http:"===t.location.protocol?"http:":"https:";this.I="pagead2.googlesyndication.com";this.M="/pagead/gen_204?id=";this.H=.01;this.O=Math.random()},"jserror",!0);var J=function(a,b){return z(a,b)};B&&D("9");!Xa||D("528");C&&D("1.9b")||B&&D("8")||Va&&D("9.5")||Xa&&D("528");C&&!D("8")||B&&D("9");var gb=0,K={},ib=function(a){var b=K.imageLoadingEnabled;if(null!=b)a(b);else{var c=!1;hb(function(b,e){delete K[e];c||(c=!0,null!=K.imageLoadingEnabled||(K.imageLoadingEnabled=b),a(b))})}},hb=function(a){var b=new Image,c,d=""+gb++;K[d]=b;b.onload=function(){clearTimeout(c);a(!0,d)};c=setTimeout(function(){a(!1,d)},300);b.src="data:image/gif;base64,R0lGODlhAQABAIAAAP///wAAACH5BAEAAAAALAAAAAABAAEAAAICRAEAOw=="},jb=function(a){if(a){var b=document.createElement("OBJECT");b.data=a;b.width="1";b.height="1";b.style.visibility="hidden";var c=""+gb++;K[c]=b;b.onload=b.onerror=function(){delete K[c]};document.body.appendChild(b)}},kb=function(a){if(a){var b=new Image,c=""+gb++;K[c]=b;b.onload=b.onerror=function(){delete K[c]};b.src=a}},lb=function(a){a&&ib(function(b){b?kb(a):jb(a)})};var mb={F:"ud=1",D:"ts=0",T:"sc=1",B:"gz=1",C:"op=1",U:"efp=1",S:"rda=1",R:"dcl=1"};if(A&&A.URL){var Ca=A.URL,nb=!(Ca&&0=b)){var d=0,e=function(){a();d++;db;){try{if(c.google_osd_static_frame)return c}catch(e){}try{if(c.aswift_0&&(!a||c.aswift_0.google_osd_static_frame))return c.aswift_0}catch(e){}b++;c=c!=c.parent?c.parent:null}return null},ub=function(a,b,c,d,e){if(10<sb)t.clearInterval(rb);else if(++sb,t.postMessage&&(b.b||b.a)){var f=tb(!0);if(f){var g={};N(b,g);g[0]="goog_request_monitoring";g[6]=a;g[16]=c;d&&d.length&&(g[17]=d.join(","));e&&(g[19]=e);try{var h=qb(g);f.postMessage(h,"*")}catch(k){}}}},vb=function(a){var b=tb(!1),c=!b;!b&&t&&(b=t.parent);if(b&&b.postMessage)try{b.postMessage(a,"*"),c&&t.postMessage(a,"*")}catch(d){}};var P=!1,wb=function(a){if(a=a.match(/[\d]+/g))a.length=3};(function(){if(navigator.plugins&&navigator.plugins.length){var a=navigator.plugins["Shockwave Flash"];if(a&&(P=!0,a.description)){wb(a.description);return}if(navigator.plugins["Shockwave Flash 2.0"]){P=!0;return}}if(navigator.mimeTypes&&navigator.mimeTypes.length&&(a=navigator.mimeTypes["application/x-shockwave-flash"],P=!(!a||!a.enabledPlugin))){wb(a.enabledPlugin.description);return}try{var b=new ActiveXObject("ShockwaveFlash.ShockwaveFlash.7");P=!0;wb(b.GetVariable("$version"));return}catch(c){}try{b=new ActiveXObject("ShockwaveFlash.ShockwaveFlash.6");P=!0;return}catch(c){}try{b=new ActiveXObject("ShockwaveFlash.ShockwaveFlash"),P=!0,wb(b.GetVariable("$version"))}catch(c){}})();var xb=v("Firefox"),yb=Ua()||v("iPod"),zb=v("iPad"),Ab=v("Android")&&!(w()||v("Firefox")||v("Opera")||v("Silk")),Bb=w(),Cb=v("Safari")&&!(w()||v("Coast")||v("Opera")||v("Edge")||v("Silk")||v("Android"))&&!(Ua()||v("iPad")||v("iPod"));var Q=function(a){return(a=a.exec(u))?a[1]:""};(function(){if(xb)return Q(/Firefox\/([0-9.]+)/);if(B||Wa||Va)return cb;if(Bb)return Q(/Chrome\/([0-9.]+)/);if(Cb&&!(Ua()||v("iPad")||v("iPod")))return Q(/Version\/([0-9.]+)/);if(yb||zb){var a=/Version\/(\S+).*Mobile\/(\S+)/.exec(u);if(a)return a[1]+"."+a[2]}else if(Ab)return(a=Q(/Android\s+([0-9.]+)/))?a:Q(/Version\/([0-9.]+)/);return""})();var Eb=function(){var a=t.parent&&t.parent!=t,b=a&&0<="//tpc.googlesyndication.com".indexOf(t.location.host);if(a&&t.name&&0==t.name.indexOf("google_ads_iframe")||b){var c;a=t||t;try{var d;if(a.document&&!a.document.body)d=new E(-1,-1);else{var e=(a||window).document,f="CSS1Compat"==e.compatMode?e.documentElement:e.body;d=(new E(f.clientWidth,f.clientHeight)).round()}c=d}catch(g){c=new E(-12245933,-12245933)}return Db(c)}c=(t.document||document).getElementsByTagName("SCRIPT");return 0<c.length&&(c=c[c.length-1],c.parentElement&&c.parentElement.id&&0<c.parentElement.id.indexOf("_ad_container"))?Db(void 0,c.parentElement):null},Db=function(a,b){var c=Fb("IMG",a,b);return c||(c=Fb("IFRAME",a,b))?c:(c=Fb("OBJECT",a,b))?c:null},Fb=function(a,b,c){var d=document;c=c||d;d=a&&"*"!=a?a.toUpperCase():"";c=c.querySelectorAll&&c.querySelector&&d?c.querySelectorAll(d+""):c.getElementsByTagName(d||"*");for(d=0;d<c.length;d++){var e=c[d];if("OBJECT"==a)a:{var f=e.getAttribute("height");if(null!=f&&0<f&&0==e.clientHeight)for(var f=e.children,g=0;g<f.length;g++){var h=f[g];if("OBJECT"==h.nodeName||"EMBED"==h.nodeName){e=h;break a}}}f=e.clientHeight;g=e.clientWidth;if(h=b)h=new E(g,f),h=Math.abs(b.width-h.width)<.1*b.width&&Math.abs(b.height-h.height)<.1*b.height;if(h||!b&&10<f&&10<g)return e}return null};var R=0,Gb="",Hb=[],S=!1,T=!1,U=!1,Ib=!0,Jb=!1,Kb=!1,Lb=!1,Mb=!1,Nb=!1,Ob=!1,Pb=0,Qb=0,V=0,Rb=[],O=null,Sb="",Tb=[],Ub=null,Vb=[],Wb=!1,Yb="",Zb="",$b=(new Date).getTime(),ac=!1,bc="",cc=!1,dc=["1","0","3"],X=0,Y=0,ec=0,fc="",hc=function(a,b,c){S&&(Ib||3!=(c||3)||Lb)&&gc(a,b,!0);if(U||T&&Kb)gc(a,b),T=U=!1},ic=function(){var a=Ub;return a?2!=a():!0},gc=function(a,b,c){if((b=b||Sb)&&!Wb&&(2==Y||c)&&ic()){for(var d=0;d<Hb.length;++d){var e=jc(Hb[d],b,c),f=a;Jb?lb(e):y(f,e,void 0)}Nb=!0;c?S=!1:Wb=!0}},kc=function(a,b){var c=[];a&&c.push("avi="+a);b&&c.push("cid="+b);return c.length?"//pagead2.googlesyndication.com/activeview?"+c.join("&"):"//pagead2.googlesyndication.com/activeview"},jc=function(a,b,c){c=c?"osdim":U?"osd2":"osdtos";a=[a,-1<a.indexOf("?")?"&id=":"?id=",c];"osd2"==c&&T&&Kb&&a.push("&ts=1");a.push("&ti=1");a.push("&",b);a.push("&uc="+ec);ac?a.push("&tgt="+bc):a.push("&tgt=nf");a.push("&cl="+(cc?1:0));Ob&&(a.push("&lop=1"),b=p()-Pb,a.push("&tslp="+b));b=a.join("");for(a=0;a<Tb.length;a++){try{var d=Tb[a]()}catch(e){}c="max_length";2<=d.length&&(3==d.length&&(c=d[2]),b=ca(b,encodeURIComponent(d[0]),encodeURIComponent(d[1]),c))}2E3<b.length&&(b=b.substring(0,2E3));return b},Z=function(a){if(Yb){try{var b=ca(Yb,"vi",a);fb()&&y(F.contentWindow,b,void 0)}catch(c){}0<=ka(dc,a)&&(Yb="")}},lc=function(){Z("-1")},nc=function(a){if(a&&a.data&&m(a.data)){var b;var c=a.data;if(m(c)){b={};for(var c=c.split("\n"),d=0;d=e)){var f=Number(c[d].substr(0,e)),e=c[d].substr(e+1);switch(f){case 5:case 8:case 11:case 15:case 16:case 18:e="true"==e;break;case 4:case 7:case 6:case 14:case 20:case 21:case 22:case 23:case 24:e=Number(e);break;case 3:case 19:if("function"==aa(decodeURIComponent))try{e=decodeURIComponent(e)}catch(h){throw Error("Error: URI malformed: "+e);}break;case 17:e=ma(decodeURIComponent(e).split(","),Number)}b[f]=e}}b=b[0]?b:null}else b=null;if(b&&(c=new M(b[4],b[12]),O&&O.match(c))){for(c=0;cX&&!T&&2==Y&&oc(t,"osd2","hs="+X)},qc=function(){var a={};N(O,a);a[0]="goog_dom_content_loaded";var b=qb(a);try{ob(function(){vb(b)},10,"osd_listener::ldcl_int")}catch(c){}},rc=function(){var a={};N(O,a);a[0]="goog_creative_loaded";var b=qb(a);ob(function(){vb(b)},10,"osd_listener::lcel_int");cc=!0},sc=function(a){if(m(a)){a=a.split("&");for(var b=a.length-1;0<=b;b–){var c=a[b],d=mb;c==d.F?(Ib=!1,a.splice(b,1)):c==d.B?(V=1,a.splice(b,1)):c==d.D?(T=!1,a.splice(b,1)):c==d.C&&(Jb=!0,a.splice(b,1))}fc=a.join("&")}},tc=function(){if(!ac){var a=Eb();a&&(ac=!0,bc=a.tagName,a.complete||a.naturalWidth?rc():L(a,"load",rc,"osd_listener::creative_load"))}};q("osdlfm",J("osd_listener::init",function(a,b,c,d,e,f,g,h,k,n){R=a;Yb=b;Zb=d;S=f;g&&sc(g);T=f;1==h?Rb.push(947190538):2==h?Rb.push(947190541):3==h&&Rb.push(947190542);O=new M(e,da());L(t,"load",lc,"osd_listener::load");L(t,"message",nc,"osd_listener::message");Gb=c||"";Hb=[n||kc(c,k)];L(t,"unload",pc,"osd_listener::unload");var r=t.document;!r.readyState||"complete"!=r.readyState&&"loaded"!=r.readyState?!va()||0<=ga(xa(),11)?L(r,"DOMContentLoaded",qc,"osd_listener::dcl"):L(r,"readystatechange",function(){"complete"!=r.readyState&&"loaded"!=r.readyState||qc()},"osd_listener::rsc"):qc();-1==R?Y=f?3:1:-2==R?Y=3:0<R&&(Y=2,U=!0);T&&!U&&-1==R&&(Y=2);O&&(O.b||O.a)&&(X=1,rb=t.setInterval(z("osd_proto::reqm_int",ba(ub,Y,O,T,Rb,fc)),500));ob(tc,5,"osd_listener:sfc")}));q("osdlac",J("osd_listener::lac_ex",function(a){Tb.push(a)}));q("osdlamrc",J("osd_listener::lamrc_ex",function(a){Vb.push(a)}));q("osdsir",z("osd_listener::sir_ex",hc));q("osdacrc",J("osd_listener::acrc_ex",function(a){Ub=a}));q("osdpcls",J("osd_listener::acrc_ex",function(a){if(!a||t==t.top||Wb||Nb&&!Mb)return!1;Ob=!0;a=/^(http[s]?:)?\/\//.test(a)?a:kc(a);if(Mb){var b=jc(a,Sb,!0),c=p()-Qb,b=ja(b,"tsvp",c),c=t;Jb?lb(b):y(c,b,void 0)}Hb.push(a);Pb=p();return!0}));}).call(this);osdlfm(-1,'','BKQyhqpC5V4qDOIqRvgTWyJKADgAAAAAQATgByAEJwAIC4AIA4AQBoAYf','',2358457811,true,'ud\x3d1\x26la\x3d0\x26',3,'CAASFeRohhZlmZs03KemcSkJgQ6HjLUYYg','');if (window.top && window.top.postMessage) {window.top.postMessage(‘{"googMsgType":"adpnt"}’,’*’);}{"uid":1,"hostPeerName":"http://m.detik.com&quot;,"initialGeometry":"{\"windowCoords_t\":0,\"windowCoords_r\":360,\"windowCoords_b\":560,\"windowCoords_l\":0,\"frameCoords_t\":2454.53125,\"frameCoords_r\":352,\"frameCoords_b\":2454.53125,\"frameCoords_l\":8,\"styleZIndex\":\"auto\",\"allowedExpansion_t\":0,\"allowedExpansion_r\":0,\"allowedExpansion_b\":0,\"allowedExpansion_l\":0,\"xInView\":0,\"yInView\":0}","permissions":"{\"expandByOverlay\":false,\"expandByPush\":false,\"readCookie\":false,\"writeCookie\":false}","metadata":"{\"shared\":{\"sf_ver\":\"1-0-4\",\"ck_on\":1,\"flash_ver\":\"0\"}}","reportCreativeGeometry":true,"isDifferentSourceWindow":false}” scrolling=”no” marginwidth=”0″ marginheight=”0″ width=”0″ height=”27″ data-is-safeframe=”true” style=”border-width: 0px; border-style: initial; vertical-align: bottom; min-width: 100%;”>

Jual BBM ke Pegunungan Papua, Pertamina ‘Rogoh Kocek’ Rp 30.000/LiterPertanyakan Perpanjangan Izin Ekspor Freeport, DPR Akan Panggil LuhutIni Langkah Pertamina Bertahan di Tengah Lesunya Industri Migas

Berita TerpopulerDPR ke Pemerintah: Panas Bumi Itu Karunia Tuhan, Harus Dimanfaatkan

(function(){var l=this,aa=function(a){var b=typeof a;if("object"==b)if(a){if(a instanceof Array)return"array";if(a instanceof Object)return b;var c=Object.prototype.toString.call(a);if("[object Window]"==c)return"object";if("[object Array]"==c||"number"==typeof a.length&&"undefined"!=typeof a.splice&&"undefined"!=typeof a.propertyIsEnumerable&&!a.propertyIsEnumerable("splice"))return"array";if("[object Function]"==c||"undefined"!=typeof a.call&&"undefined"!=typeof a.propertyIsEnumerable&&!a.propertyIsEnumerable("call"))return"function"}else return"null";else if("function"==b&&"undefined"==typeof a.call)return"object";return b},m=function(a){return"string"==typeof a},ba=function(a,b){var c=Array.prototype.slice.call(arguments,1);return function(){var b=c.slice();b.push.apply(b,arguments);return a.apply(this,b)}},p=Date.now||function(){return+new Date},q=function(a,b){var c=a.split("."),d=l;c[0]in d||!d.execScript||d.execScript("var "+c[0]);for(var e;c.length&&(e=c.shift());)c.length||void 0===b?d=d[e]?d[e]:d[e]={}:d[e]=b};var ca=function(a,b,c,d,e){if(e)c=a+("&"+b+"="+c);else{var f="&"+b+"=",g=a.indexOf(f);0>g?c=a+f+c:(g+=f.length,f=a.indexOf("&",g),c=0<=f?a.substring(0,g)+c+a.substring(f):a.substring(0,g)+c)}return 2E3<c.length?void 0!==d?ca(a,b,d,void 0,e):a:c};var da=function(){var a=/[&\?#]exk=([^& ]+)/.exec(t.location.href);return a&&2==a.length?a[1]:null};var ea=String.prototype.trim?function(a){return a.trim()}:function(a){return a.replace(/^[\s\xa0]+|[\s\xa0]+$/g,"")},ga=function(a,b){for(var c=0,d=ea(String(a)).split("."),e=ea(String(b)).split("."),f=Math.max(d.length,e.length),g=0;0==c&&g<f;g++){var h=d[g]||"",k=e[g]||"";do{h=/(\d*)(\D*)(.*)/.exec(h)||["","","",""];k=/(\d*)(\D*)(.*)/.exec(k)||["","","",""];if(0==h[0].length&&0==k[0].length)break;c=fa(0==h[1].length?0:parseInt(h[1],10),0==k[1].length?0:parseInt(k[1],10))||fa(0==h[2].length,0==k[2].length)||fa(h[2],k[2]);h=h[3];k=k[3]}while(0==c)}return c},fa=function(a,b){return ab?1:0};var ha=function(a,b,c){if("array"==aa(b))for(var d=0;d<b.length;d++)ha(a,String(b[d]),c);else null!=b&&c.push("&",a,""===b?"":"=",encodeURIComponent(String(b)))},ia=function(a,b,c){for(c=c||0;c<b.length;c+=2)ha(b[c],b[c+1],a);return a},ja=function(a,b){var c=2==arguments.length?ia([a],arguments[1],0):ia([a],arguments,1);if(c[1]){var d=c[0],e=d.indexOf("#");0e?c[1]="?":e==d.length-1&&(c[1]=void 0)}return c.join("")};var ka=Array.prototype.indexOf?function(a,b,c){return Array.prototype.indexOf.call(a,b,c)}:function(a,b,c){c=null==c?0:0>c?Math.max(0,a.length+c):c;if(m(a))return m(b)&&1==b.length?a.indexOf(b,c):-1;for(;c<a.length;c++)if(c in a&&a[c]===b)return c;return-1},la=Array.prototype.forEach?function(a,b,c){Array.prototype.forEach.call(a,b,c)}:function(a,b,c){for(var d=a.length,e=m(a)?a.split(""):a,f=0;f<d;f++)f in e&&b.call(c,e[f],f,a)},ma=Array.prototype.map?function(a,b,c){return Array.prototype.map.call(a,b,c)}:function(a,b,c){for(var d=a.length,e=Array(d),f=m(a)?a.split(""):a,g=0;g<d;g++)g in f&&(e[g]=b.call(c,f[g],g,a));return e};var na=function(a,b){for(var c in a)b.call(void 0,a[c],c,a)},oa=function(a,b){return null!==a&&b in a};var u;a:{var pa=l.navigator;if(pa){var qa=pa.userAgent;if(qa){u=qa;break a}}u=""}var v=function(a){return-1!=u.indexOf(a)},ua=function(a){for(var b=RegExp("(\\w[\\w ]+)/([^\\s]+)\\s*(?:\\((.*?)\\))?","g"),c=[],d;d=b.exec(a);)c.push([d[1],d[2],d[3]||void 0]);return c};var va=function(){return v("Trident")||v("MSIE")},w=function(){return(v("Chrome")||v("CriOS"))&&!v("Edge")},xa=function(){function a(a){var b;a:{b=d;for(var g=a.length,h=m(a)?a.split(""):a,k=0;kb?null:m(a)?a.charAt(b):a[b]]||""}var b=u;if(va())return wa(b);var b=ua(b),c={};la(b,function(a){c[a[0]]=a[1]});var d=ba(oa,c);return v("Opera")?a(["Version","Opera"]):v("Edge")?a(["Edge"]):w()?a(["Chrome","CriOS"]):(b=b[2])&&b[1]||""},wa=function(a){var b=/rv: *([\d\.]*)/.exec(a);if(b&&b[1])return b[1];var b="",c=/MSIE +([\d\.]+)/.exec(a);if(c&&c[1])if(a=/Trident\/(\d.\d)/.exec(a),"7.0"==c[1])if(a&&a[1])switch(a[1]){case "4.0":b="8.0";break;case "5.0":b="9.0";break;case "6.0":b="10.0";break;case "7.0":b="11.0"}else b="7.0";else b=c[1];return b};var ya=function(a){ya[" "](a);return a};ya[" "]=function(){};var Aa=function(a,b){var c=za;return Object.prototype.hasOwnProperty.call(c,a)?c[a]:c[a]=b(a)};var Ba=function(a,b){for(var c in a)Object.prototype.hasOwnProperty.call(a,c)&&b.call(void 0,a[c],c,a)},Da=function(){var a=Ca;if(!a)return"";var b=/.*[&#?]google_debug(=[^&]*)?(&.*)?$/;try{var c=b.exec(decodeURIComponent(a));if(c)return c[1]&&1e)return"";a.c.sort(function(a,b){return a-b});d=null;c="";for(var f=0;f<a.c.length;f++)for(var g=a.c[f],h=a.f[g],k=0;k=n.length){e-=n.length;b+=n;c=a.g;break}else a.l&&(c=e,n[c-1]==a.g&&–c,b+=n.substr(0,c),c=a.g,e=0);d=null==d?g:d}}f="";a.h&&null!=d&&(f=c+a.h+"="+(a.P||d));return b+f+""},Ja=function(a){if(!a.h)return a.o;var b=1,c;for(c in a.f)b=c.length>b?c.length:b;return a.o-a.h.length-b-a.g.length-1},Ka=function(a,b,c,d,e){var f=[];Ba(a,function(a,h){var k=Ma(a,b,c,d,e);k&&f.push(h+"="+k)});return f.join(b)},Ma=function(a,b,c,d,e){if(null==a)return"";b=b||"&";c=c||",$";"string"==typeof c&&(c=c.split(""));if(a instanceof Array){if(d=d||0,d<c.length){for(var f=[],g=0;ge?encodeURIComponent(Ka(a,b,c,d,e+1)):"…";return encodeURIComponent(String(a))};var Na=function(a,b,c,d,e){try{var f;c instanceof Ha?f=c:(f=new Ha,Ba(c,function(a,b){var c=f,d=c.L++,e=Ia(b,a);c.c.push(d);c.f[d]=e}));if((d?a.O:Math.random())<(e||a.H)){var g=La(f,a.N,a.I,a.M+b+"&");y(l,g)}}catch(h){}},y=function(a,b,c){a.google_image_requests||(a.google_image_requests=[]);var d=a.document.createElement("img");if(c){var e=function(a){c(a);a=e;d.removeEventListener?d.removeEventListener("load",a,!1):d.detachEvent&&d.detachEvent("onload",a);a=e;d.removeEventListener?d.removeEventListener("error",a,!1):d.detachEvent&&d.detachEvent("onerror",a)};Ga(d,"load",e);Ga(d,"error",e)}d.src=b;a.google_image_requests.push(d)};var Oa=function(a,b,c){this.u=a;this.K=b;this.i=c;this.j=null;this.J=this.s;this.A=!1},Pa=function(a,b,c){this.message=a;this.fileName=b||"";this.lineNumber=c||-1},Ra=function(a,b,c){var d;try{d=c()}catch(g){var e=a.i;try{var f=Qa(g),e=a.J.call(a,b,f,void 0,void 0)}catch(h){a.s("pAR",h)}if(!e)throw g;}finally{}return d},z=function(a,b){var c=Sa;return function(){for(var d=[],e=0;e<arguments.length;++e)d[e]=arguments[e];return Ra(c,a,function(){return b.apply(void 0,d)})}};Oa.prototype.s=function(a,b,c,d,e){try{var f=e||this.K,g=new Ha;g.l=!0;x(g,1,"context",a);b instanceof Pa||(b=Qa(b));x(g,2,"msg",b.message.substring(0,512));b.fileName&&x(g,3,"file",b.fileName);0<b.lineNumber&&x(g,4,"line",b.lineNumber.toString());b={};if(this.j)try{this.j(b)}catch(G){}if(d)try{d(b)}catch(G){}d=[b];g.c.push(5);g.f[5]=d;var h;e=l;d=[];var k,n=null;do{b=e;var r;try{var W;if(W=!!b&&null!=b.location.href)b:{try{ya(b.foo);W=!0;break b}catch(G){}W=!1}r=W}catch(G){r=!1}r?(k=b.location.href,n=b.document&&b.document.referrer||null):(k=n,n=null);d.push(new Fa(k||""));try{e=b.parent}catch(G){e=null}}while(e&&b!=e);k=0;for(var H=d.length-1;k<=H;++k)d[k].depth=H-k;b=l;if(b.location&&b.location.ancestorOrigins&&b.location.ancestorOrigins.length==d.length-1)for(k=1;k<d.length;++k){var ra=d[k];ra.url||(ra.url=b.location.ancestorOrigins[k-1]||"",ra.m=!0)}for(var sa=new Fa(l.location.href,!1),ta=d.length-1,H=ta;0parseFloat($a)){Za=String(bb);break a}}Za=$a}var cb=Za,za={},D=function(a){return Aa(a,function(){return 0<=ga(cb,a)})},db=l.document,eb=db&&B?Ya()||("CSS1Compat"==db.compatMode?parseInt(cb,10):5):void 0;var E=function(a,b){this.width=a;this.height=b};E.prototype.clone=function(){return new E(this.width,this.height)};E.prototype.ceil=function(){this.width=Math.ceil(this.width);this.height=Math.ceil(this.height);return this};E.prototype.floor=function(){this.width=Math.floor(this.width);this.height=Math.floor(this.height);return this};E.prototype.round=function(){this.width=Math.round(this.width);this.height=Math.round(this.height);return this};E.prototype.scale=function(a,b){this.width*=a;this.height*="number"==typeof b?b:a;return this};!C&&!B||B&&9<=Number(eb)||C&&D("1.9.1");B&&D("9");var F=null,fb=function(){if(!A.body)return!1;if(!F){var a=A.createElement("iframe");a.style.display="none";a.id="anonIframe";F=a;A.body.appendChild(a)}return!0};var Sa;Sa=new Oa(new function(){this.N="http:"===t.location.protocol?"http:":"https:";this.I="pagead2.googlesyndication.com";this.M="/pagead/gen_204?id=";this.H=.01;this.O=Math.random()},"jserror",!0);var J=function(a,b){return z(a,b)};B&&D("9");!Xa||D("528");C&&D("1.9b")||B&&D("8")||Va&&D("9.5")||Xa&&D("528");C&&!D("8")||B&&D("9");var gb=0,K={},ib=function(a){var b=K.imageLoadingEnabled;if(null!=b)a(b);else{var c=!1;hb(function(b,e){delete K[e];c||(c=!0,null!=K.imageLoadingEnabled||(K.imageLoadingEnabled=b),a(b))})}},hb=function(a){var b=new Image,c,d=""+gb++;K[d]=b;b.onload=function(){clearTimeout(c);a(!0,d)};c=setTimeout(function(){a(!1,d)},300);b.src="data:image/gif;base64,R0lGODlhAQABAIAAAP///wAAACH5BAEAAAAALAAAAAABAAEAAAICRAEAOw=="},jb=function(a){if(a){var b=document.createElement("OBJECT");b.data=a;b.width="1";b.height="1";b.style.visibility="hidden";var c=""+gb++;K[c]=b;b.onload=b.onerror=function(){delete K[c]};document.body.appendChild(b)}},kb=function(a){if(a){var b=new Image,c=""+gb++;K[c]=b;b.onload=b.onerror=function(){delete K[c]};b.src=a}},lb=function(a){a&&ib(function(b){b?kb(a):jb(a)})};var mb={F:"ud=1",D:"ts=0",T:"sc=1",B:"gz=1",C:"op=1",U:"efp=1",S:"rda=1",R:"dcl=1"};if(A&&A.URL){var Ca=A.URL,nb=!(Ca&&0=b)){var d=0,e=function(){a();d++;db;){try{if(c.google_osd_static_frame)return c}catch(e){}try{if(c.aswift_0&&(!a||c.aswift_0.google_osd_static_frame))return c.aswift_0}catch(e){}b++;c=c!=c.parent?c.parent:null}return null},ub=function(a,b,c,d,e){if(10<sb)t.clearInterval(rb);else if(++sb,t.postMessage&&(b.b||b.a)){var f=tb(!0);if(f){var g={};N(b,g);g[0]="goog_request_monitoring";g[6]=a;g[16]=c;d&&d.length&&(g[17]=d.join(","));e&&(g[19]=e);try{var h=qb(g);f.postMessage(h,"*")}catch(k){}}}},vb=function(a){var b=tb(!1),c=!b;!b&&t&&(b=t.parent);if(b&&b.postMessage)try{b.postMessage(a,"*"),c&&t.postMessage(a,"*")}catch(d){}};var P=!1,wb=function(a){if(a=a.match(/[\d]+/g))a.length=3};(function(){if(navigator.plugins&&navigator.plugins.length){var a=navigator.plugins["Shockwave Flash"];if(a&&(P=!0,a.description)){wb(a.description);return}if(navigator.plugins["Shockwave Flash 2.0"]){P=!0;return}}if(navigator.mimeTypes&&navigator.mimeTypes.length&&(a=navigator.mimeTypes["application/x-shockwave-flash"],P=!(!a||!a.enabledPlugin))){wb(a.enabledPlugin.description);return}try{var b=new ActiveXObject("ShockwaveFlash.ShockwaveFlash.7");P=!0;wb(b.GetVariable("$version"));return}catch(c){}try{b=new ActiveXObject("ShockwaveFlash.ShockwaveFlash.6");P=!0;return}catch(c){}try{b=new ActiveXObject("ShockwaveFlash.ShockwaveFlash"),P=!0,wb(b.GetVariable("$version"))}catch(c){}})();var xb=v("Firefox"),yb=Ua()||v("iPod"),zb=v("iPad"),Ab=v("Android")&&!(w()||v("Firefox")||v("Opera")||v("Silk")),Bb=w(),Cb=v("Safari")&&!(w()||v("Coast")||v("Opera")||v("Edge")||v("Silk")||v("Android"))&&!(Ua()||v("iPad")||v("iPod"));var Q=function(a){return(a=a.exec(u))?a[1]:""};(function(){if(xb)return Q(/Firefox\/([0-9.]+)/);if(B||Wa||Va)return cb;if(Bb)return Q(/Chrome\/([0-9.]+)/);if(Cb&&!(Ua()||v("iPad")||v("iPod")))return Q(/Version\/([0-9.]+)/);if(yb||zb){var a=/Version\/(\S+).*Mobile\/(\S+)/.exec(u);if(a)return a[1]+"."+a[2]}else if(Ab)return(a=Q(/Android\s+([0-9.]+)/))?a:Q(/Version\/([0-9.]+)/);return""})();var Eb=function(){var a=t.parent&&t.parent!=t,b=a&&0<="//tpc.googlesyndication.com".indexOf(t.location.host);if(a&&t.name&&0==t.name.indexOf("google_ads_iframe")||b){var c;a=t||t;try{var d;if(a.document&&!a.document.body)d=new E(-1,-1);else{var e=(a||window).document,f="CSS1Compat"==e.compatMode?e.documentElement:e.body;d=(new E(f.clientWidth,f.clientHeight)).round()}c=d}catch(g){c=new E(-12245933,-12245933)}return Db(c)}c=(t.document||document).getElementsByTagName("SCRIPT");return 0<c.length&&(c=c[c.length-1],c.parentElement&&c.parentElement.id&&0<c.parentElement.id.indexOf("_ad_container"))?Db(void 0,c.parentElement):null},Db=function(a,b){var c=Fb("IMG",a,b);return c||(c=Fb("IFRAME",a,b))?c:(c=Fb("OBJECT",a,b))?c:null},Fb=function(a,b,c){var d=document;c=c||d;d=a&&"*"!=a?a.toUpperCase():"";c=c.querySelectorAll&&c.querySelector&&d?c.querySelectorAll(d+""):c.getElementsByTagName(d||"*");for(d=0;d<c.length;d++){var e=c[d];if("OBJECT"==a)a:{var f=e.getAttribute("height");if(null!=f&&0<f&&0==e.clientHeight)for(var f=e.children,g=0;g<f.length;g++){var h=f[g];if("OBJECT"==h.nodeName||"EMBED"==h.nodeName){e=h;break a}}}f=e.clientHeight;g=e.clientWidth;if(h=b)h=new E(g,f),h=Math.abs(b.width-h.width)<.1*b.width&&Math.abs(b.height-h.height)<.1*b.height;if(h||!b&&10<f&&10<g)return e}return null};var R=0,Gb="",Hb=[],S=!1,T=!1,U=!1,Ib=!0,Jb=!1,Kb=!1,Lb=!1,Mb=!1,Nb=!1,Ob=!1,Pb=0,Qb=0,V=0,Rb=[],O=null,Sb="",Tb=[],Ub=null,Vb=[],Wb=!1,Yb="",Zb="",$b=(new Date).getTime(),ac=!1,bc="",cc=!1,dc=["1","0","3"],X=0,Y=0,ec=0,fc="",hc=function(a,b,c){S&&(Ib||3!=(c||3)||Lb)&&gc(a,b,!0);if(U||T&&Kb)gc(a,b),T=U=!1},ic=function(){var a=Ub;return a?2!=a():!0},gc=function(a,b,c){if((b=b||Sb)&&!Wb&&(2==Y||c)&&ic()){for(var d=0;d<Hb.length;++d){var e=jc(Hb[d],b,c),f=a;Jb?lb(e):y(f,e,void 0)}Nb=!0;c?S=!1:Wb=!0}},kc=function(a,b){var c=[];a&&c.push("avi="+a);b&&c.push("cid="+b);return c.length?"//pagead2.googlesyndication.com/activeview?"+c.join("&"):"//pagead2.googlesyndication.com/activeview"},jc=function(a,b,c){c=c?"osdim":U?"osd2":"osdtos";a=[a,-1<a.indexOf("?")?"&id=":"?id=",c];"osd2"==c&&T&&Kb&&a.push("&ts=1");a.push("&ti=1");a.push("&",b);a.push("&uc="+ec);ac?a.push("&tgt="+bc):a.push("&tgt=nf");a.push("&cl="+(cc?1:0));Ob&&(a.push("&lop=1"),b=p()-Pb,a.push("&tslp="+b));b=a.join("");for(a=0;a<Tb.length;a++){try{var d=Tb[a]()}catch(e){}c="max_length";2<=d.length&&(3==d.length&&(c=d[2]),b=ca(b,encodeURIComponent(d[0]),encodeURIComponent(d[1]),c))}2E3<b.length&&(b=b.substring(0,2E3));return b},Z=function(a){if(Yb){try{var b=ca(Yb,"vi",a);fb()&&y(F.contentWindow,b,void 0)}catch(c){}0<=ka(dc,a)&&(Yb="")}},lc=function(){Z("-1")},nc=function(a){if(a&&a.data&&m(a.data)){var b;var c=a.data;if(m(c)){b={};for(var c=c.split("\n"),d=0;d=e)){var f=Number(c[d].substr(0,e)),e=c[d].substr(e+1);switch(f){case 5:case 8:case 11:case 15:case 16:case 18:e="true"==e;break;case 4:case 7:case 6:case 14:case 20:case 21:case 22:case 23:case 24:e=Number(e);break;case 3:case 19:if("function"==aa(decodeURIComponent))try{e=decodeURIComponent(e)}catch(h){throw Error("Error: URI malformed: "+e);}break;case 17:e=ma(decodeURIComponent(e).split(","),Number)}b[f]=e}}b=b[0]?b:null}else b=null;if(b&&(c=new M(b[4],b[12]),O&&O.match(c))){for(c=0;cX&&!T&&2==Y&&oc(t,"osd2","hs="+X)},qc=function(){var a={};N(O,a);a[0]="goog_dom_content_loaded";var b=qb(a);try{ob(function(){vb(b)},10,"osd_listener::ldcl_int")}catch(c){}},rc=function(){var a={};N(O,a);a[0]="goog_creative_loaded";var b=qb(a);ob(function(){vb(b)},10,"osd_listener::lcel_int");cc=!0},sc=function(a){if(m(a)){a=a.split("&");for(var b=a.length-1;0<=b;b–){var c=a[b],d=mb;c==d.F?(Ib=!1,a.splice(b,1)):c==d.B?(V=1,a.splice(b,1)):c==d.D?(T=!1,a.splice(b,1)):c==d.C&&(Jb=!0,a.splice(b,1))}fc=a.join("&")}},tc=function(){if(!ac){var a=Eb();a&&(ac=!0,bc=a.tagName,a.complete||a.naturalWidth?rc():L(a,"load",rc,"osd_listener::creative_load"))}};q("osdlfm",J("osd_listener::init",function(a,b,c,d,e,f,g,h,k,n){R=a;Yb=b;Zb=d;S=f;g&&sc(g);T=f;1==h?Rb.push(947190538):2==h?Rb.push(947190541):3==h&&Rb.push(947190542);O=new M(e,da());L(t,"load",lc,"osd_listener::load");L(t,"message",nc,"osd_listener::message");Gb=c||"";Hb=[n||kc(c,k)];L(t,"unload",pc,"osd_listener::unload");var r=t.document;!r.readyState||"complete"!=r.readyState&&"loaded"!=r.readyState?!va()||0<=ga(xa(),11)?L(r,"DOMContentLoaded",qc,"osd_listener::dcl"):L(r,"readystatechange",function(){"complete"!=r.readyState&&"loaded"!=r.readyState||qc()},"osd_listener::rsc"):qc();-1==R?Y=f?3:1:-2==R?Y=3:0<R&&(Y=2,U=!0);T&&!U&&-1==R&&(Y=2);O&&(O.b||O.a)&&(X=1,rb=t.setInterval(z("osd_proto::reqm_int",ba(ub,Y,O,T,Rb,fc)),500));ob(tc,5,"osd_listener:sfc")}));q("osdlac",J("osd_listener::lac_ex",function(a){Tb.push(a)}));q("osdlamrc",J("osd_listener::lamrc_ex",function(a){Vb.push(a)}));q("osdsir",z("osd_listener::sir_ex",hc));q("osdacrc",J("osd_listener::acrc_ex",function(a){Ub=a}));q("osdpcls",J("osd_listener::acrc_ex",function(a){if(!a||t==t.top||Wb||Nb&&!Mb)return!1;Ob=!0;a=/^(http[s]?:)?\/\//.test(a)?a:kc(a);if(Mb){var b=jc(a,Sb,!0),c=p()-Qb,b=ja(b,"tsvp",c),c=t;Jb?lb(b):y(c,b,void 0)}Hb.push(a);Pb=p();return!0}));}).call(this);osdlfm(-1,'','BuyV7q5C5V8PWFNW4vASMiKCYDwAAAAAQATgByAEJwAIC4AIA4AQBoAYf','',942537007,true,'ud\x3d1\x26la\x3d0\x26',3,'CAASFeRomILbBMtnSlbQ7VhUjXQJa2n8hw','');if (window.top && window.top.postMessage) {window.top.postMessage(‘{"googMsgType":"adpnt"}’,’*’);}{"uid":2,"hostPeerName":"http://m.detik.com&quot;,"initialGeometry":"{\"windowCoords_t\":0,\"windowCoords_r\":360,\"windowCoords_b\":560,\"windowCoords_l\":0,\"frameCoords_t\":2705.53125,\"frameCoords_r\":352,\"frameCoords_b\":2705.53125,\"frameCoords_l\":8,\"styleZIndex\":\"auto\",\"allowedExpansion_t\":0,\"allowedExpansion_r\":0,\"allowedExpansion_b\":0,\"allowedExpansion_l\":0,\"xInView\":0,\"yInView\":0}","permissions":"{\"expandByOverlay\":false,\"expandByPush\":false,\"readCookie\":false,\"writeCookie\":false}","metadata":"{\"shared\":{\"sf_ver\":\"1-0-4\",\"ck_on\":1,\"flash_ver\":\"0\"}}","reportCreativeGeometry":true,"isDifferentSourceWindow":false}” scrolling=”no” marginwidth=”0″ marginheight=”0″ width=”0″ height=”63″ data-is-safeframe=”true” style=”border-width: 0px; border-style: initial; vertical-align: bottom; min-width: 100%;”>

Harga Gas untuk Industri di Sumut Mahal, Ini Penjelasan PertaminaPedagang Oleh-oleh Haji di Tanah Abang Kantongi Omzet Rp 10 Juta/HariRugi Rp 1,2 T di Semester I, Ini Penjelasan Krakatau Steel


Redaksi: redaksi[at]detikfinance.com
Media Partner: promosi[at]detik.com
Informasi pemasangan iklan
hubungi : sales[at]detik.com

Untuk akses lebih cepat install detikcom untuk Android

Ads by Iklanbaris« Back

       · News · Sport · Sepakbola · Finance ·Hot · Inet · Oto · Food · Health · Foto · TV ·Iklan Baris · Travel · Wolipop · PasangMata ·Seleksi Menteri · myTrans · Trafik

      Ke Atas · Berita Lainnya · Search

      Lihat Versi Desktop

      Home · Privacy Policy · Term & Condition

      Copyright © 2016 detikcom, All Rights Reserved

      July 22, 2016

      Menteri ESDM Tegur Keras PLN Lagi

      PLN dikomandani sama ” firaun” Baasyir ya jadinya perkongkowan kepentingan JKW dan Rini S. Yang ada masyarakat dan industri jd menderita ! 

      Cita cita untuk membangun energi terbarukan menjadi angan angan karena bos PLN hanya mau Pakai pembangkit listrik tenaga Diesel, batubara dan Gas. PLN tidak peduli soal pemanasan global dia lemih mengutamakan ” buku acounting ” nya supaya biru dan bisa bagi bagi bonus buat pejabat elit PLN dan petinggi negara. Asli tidak peduli soal masih jutaaan rakyat indonesia yg belum punya akses thd listrik murah dan juga insdutri yg membuka lapamgan pekerjaan. konyol ! 
      Michael Agustinus – detikFinance

      Menteri ESDM Tegur Keras PLN Lagi Foto: Hasan Al Habshy

      Jakarta – Menteri ESDM Sudirman Said kembali memberikan teguran keras kepada PT PLN (Persero). Dalam acara coffee morning di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Sudirman terang-terangan menegur PLN di hadapan para peserta acara.
      Dalam coffee morning ini, PLN diwakili oleh Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati. Direktur Utama PLN Sofyan Basir tidak datang ke acara ini.
      Sudirman meminta PLN untuk tidak terus memprotes kebijakan yang telah ditetapkannya. Dalam beberapa bulan terakhir, PLN dan Kementerian ESDM berdebat soal Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025, proyek PLTU Jawa 5, proyek HVDC, dan terakhir persyaratan lelang proyek 35.000 MW.
      “Hentikan kebiasaan menkontes kebijakan pemerintah. Kontesnya di publik, padahal tidak ada satu pun Permen (Peraturan Menteri) yang disusun tanpa melibatkan PLN. Listrik itu bukan urusan kehebatan, tapi urusan teknis,” kata Sudirman dalam acara coffee morning di Ditjen Ketenagalistrikan, Jakarta, Jumat (22/7/2016).
      Sudirman mengingatkan, ‘orang tua’ alias kementerian teknis yang berada di atas PLN bukan hanya Kementerian BUMN, tapi juga Kementerian ESDM. 
      “Orang tua PLN itu dua, ESDM dan Kementerian BUMN,” ucapnya.
      Dirinya mengaku sudah lama menahan diri terhadap sikap PLN. Menurutnya, kalau manajemen terus mendebat kebijakan yang dibuat Kementerian ESDM, proyek-proyek ketenagalistrikan tidak akan berjalan dengan baik.
      “Hari ini saya bicara keras, hentikan mengkontes kebijakan publik. Saya sering acara saya yang undang, Dirut PLN tidak datang. Penyebab listrik sulit itu karena perilaku pimpinan. Saya sengaja terbuka karena selama ini sudah menahan diri,” tandasnya.
      “Masa depan mafia itu suram. Kebohongan itu tidak memiliki masa depan,” tutupnya.

      (drk/drk)

      December 19, 2015

      Cerita Darmin Nasution Soal Rumitnya Bangun Kilang di RI

       

      Mafiosi penghalangnya adalah trio Pertamina (petral)-Moh Riza Chalid- Hatta Rajasa -SBY cs ( pemerintah) . Kagak heran kenapa argumentasinya jadi muter muter, padahal kebutuhan untuk pembangunan kilang minyak sangat nyata..

       

      Maikel Jefriando – detikfinance
      Jumat, 18/12/2015 18:05 WIB
      Cerita Darmin Nasution Soal Rumitnya Bangun Kilang di RI
      Jakarta -Pekan depan pemerintah akan mengumumkan Peraturan Presiden (Perpres) pembangunan kilang minyak. Perpres akan mengatur mekanisme pembangunan, insentif serta keterlibatan investor asing untuk membangun kilang.

      Lahirnya Perpres tersebut ternyata mengurai cerita‎ unik bagi Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution. Ada perdebatan serta halangan untuk menggagalkan rencana pemerintah.

      Bahkan, sampai detik-detik terakhir diputuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

      ‎”Perpres untuk pembangunan kilang. Kita membangun kilang terakhir 25 tahun yang lalu. Ada banyak orang yang tidak senang kita ada kilang. Maka perlu waktu lama agar kita bisa membangun kilang lagi,”‎ terang Darmin seperti dikutip Jumat (18/12/2015)

      Darmin menceritakan ada perdebatan yang terjadi adalah antara pemerintah dan PT Pertamina persero. Darmin menuturkan ngototnya perusahaan pelat merah tersebut agar pembangunan kilang harus melalui dua jalur.

      Pertama, Pertamina ditugaskan negara, dan kedua adalah kerjasama Pertamina dengan investor swasta.

      “Kilang itu menarik sekali. Sampai saat terakhir kita mau selesaikan Perpres kilang, pertamina masih bertahan hanya ada dua jalur, pembangunan kilang. Ditugaskan negara, kedua swasta masuk tapi harus join dengan kita,” ujarnya.

      Darmin kemudian menolak usulan dari Pertamina. Dikarenakan Pertamina, menurutnya tidak efisien dalam pembangunan. Sehingga opsi kerjasama bukanlah pilihan yang te‎pat.

      “Saya bilang, kalau dipaksa join dengan kalian. Kalian tidak efisien. Sama saja kalian mau menular-nularkan inefisiensi,” kata Darmin.

      Lalu kemudian akhirnya muncul opsi ketiga, yaitu investasi asing untuk pembangunan kilang bisa mencapai 100%.

      ‎”Swasta boleh sendiri dengan kesepakatan offtakernya Pertamina. Sama seperti di PLN. Sekarang itu akhirnya sudah diterima. Kita tidak pernah mengurusi seperti ini dari dulu. Sehingga takut dicurigai,” tukas Darmin

      November 12, 2015

      SKANDAL PETRAL: Bareskrim dan KPK Sebut Nama MR

      berani nggak ya mengusik mister MR ??

      KAMIS, 12 NOVEMBER 2015 | 11:51 WIB

      SKANDAL PETRAL: Bareskrim dan KPK Sebut Nama MR

      Massa menggelar aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 9 Oktober 2014. Dalam orasinya mereka mendukung Pemerintahan Jokowi-JK untuk memberantas Mafia Migas dan Tambang melalui perpendek rente perdagangan minyak mentah untuk efesiansi dan kebutuhan domestik. Tempo/Aditia Noviansyah

      TEMPO.CO, Jakarta – Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi sebenarnya sudah memegang data sosok misterius MR yang disebut-sebut terkait sebagai pihak ketiga dalam pengadaan minyak selama periode 2012-2014 di anak usaha PT Pertamina, Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).

      Hasil investigasi Bareskrim dan KPK soal MR, yang disebut-sebut memiliki kedekatan dengan kalangan menteri di Kabinet SBY, disampaikan kepada Tim Reformasi Tata Kelola Migas ketika mengonfirmasi dan mencocokkan data skandal Petral kepada kedua lembaga penegak hukum tersebut. Tim Reformasi Tata Kelola Migas pimpinan ekonom Faisal Basri, yang salah satu tugas pokoknya memberantas mafia migas, sudah selesai tugasnya pada 13 Mei 2015.

      BERITA MENARIK
      Terungkap, Dua Wanita Ini Bikin Ivan Gunawan Jatuh Cinta
      Coba Cari, di Mana Wanita Cantik Tanpa Baju di Lukisan Ini?

      Fahmy Radhi, mantan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, menceritakan bahwa saat Tim Reformasi menyampaikan laporan hasil kerja mengenai mafia migas, ternyata Bareskrim dan KPK memegang nama yang sama, yakni MR. “Sesungguhnya dulu tim kami (Tim Reformasi Tata Kelola Migas) ke KPK, kemudian melapor ke Bareskrim, kami melakukan konfirmasi ternyata ditemukan kesamaan, inisialnya MR,” kata Fahmy Radhi kepada Tempo, Rabu, 11 November 2015.

      BACA: SKANDAL PETRAL: Inilah MR, Mister Untouchable di Era SBY

      Berdasarkan temuan lembaga auditor KordaMentha, jaringan mafia minyak dan gas itu menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau Rp 250 triliun selama tiga tahun. “Tuan MR” ini yang menjadi perantara dengan perusahaan minyak milik negara lain (national oil company/NOC) untuk meraih keuntungan lebih banyak.

      Fahmy menjelaskan, MR adalah pengusaha besar yang memiliki perusahaan di Singapura. Melalui perusahaannya, MR bertindak sebagai perantara pengadaan minyak dan gas negara. Akibat ulah para mafia minyak dan gas ini, Pertamina tidak memperoleh harga terbaik dalam pengadaan minyak atau jual-beli produk bahan bakar minyaknya.

      BACA: SKANDAL PETRAL: Terungkap, Mafia Migas Garong Rp 250 Triliun

      Menurut Fahmy, pada era Presiden Yudhoyono meski nama Tuan MR santer disebut dalam kasus yang sama, ia tak pernah tersentuh KPK karena ada unsur kedekatan “Mister Untouchable” itu dengan para pemimpin elite negeri ini. Walhasil, KPK tidak mempunyai pintu masuk menyelidiki kasus Petral. Presiden SBY memerintah selama dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014.

      “Mumpung saat ini audit membuktikan ada kerugian negara, saya rasa ini menjadi saat yang tepat untuk KPK untuk masuk ke kasus ini, karena Presiden Jokowi mempunyai komitmen untuk memberantas mafia migas,” ucap Fahmy.

      TEMPO

      November 11, 2015

      Bikin Curiga, Pertamina Malas Beberkan Kerugian Kasus Petral

      Semua masih pada takut sama Mo-Re > Siapa yang berani “kepret” Mister Air Asia a.k.a Mo-Re ?

       

      RABU, 11 NOVEMBER 2015 | 14:08 WIB

      Bikin Curiga, Pertamina Malas Beberkan Kerugian Kasus Petral

      Ilustrasi Logo Petral.www.dpgroup.sg

      TEMPO.CO, Jakarta – PT Pertamina (Persero) enggan menyatakan kerugian yang diderita akibat pengadaan minyak oleh anak usahanya, Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Padahal, audit forensik yang dilakukan lembaga independen KordaMentha menemukan adanya anomali pengadaan minyak oleh lembaga tersebut sepanjang 2012-2014.

      “Kami tidak punya kapasitas dan kewenangan untuk menentukan hal tersebut,” ujar juru bicara Pertamina, Wianda Pusponegoro, melalui pesan singkat kepadaTempo pada Selasa, 10 November 2015.

      Salah satu anomali yang tercatat adalah pengadaan minyak yang hanya menguntungkan satu grup perusahaan dengan nilai kontrak senilai US$ 18 miliar. Sayangnya Menteri Enrgi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said enggan menjelaskan siapa grup usaha yang mendapat keuntungan dari transaksi tersebut.

      Terkait dengan ini, Wianda hanya menyebutkan efek penambahan rantai suplai yang membuat harga menjadi kurang kompetitif. Dalam satu pengadaan, diskon yang harusnya bisa diperoleh sebesar US$ 1,3 per barel malah menjadi US$ 30 sen saja.

      Pemeriksaan kerugian Petral, kata Wianda, hanya bisa dilakukan lembaga yang berwenang. Dia mencontohkan hal tersebut butuh proses pemeriksaan dan pengumpulan bukti-bukti yang hanya bisa dilakukan lembaga penegak hukum.

      Pertamina mengaku terbuka jika ada penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi yang turun tangan menyelidiki temuan ini. “Tugas Pertamina jalankan audit forensik sudah selesai. Tindak lanjut adalah domain keputusan pemegang saham dan aparat hukum,” katanya.

      ROBBY IRFANY

       

      +++++++

      Koran Tempo RABU, 11 NOVEMBER 2015

      Mafia Migas Keruk Rp 250 Triliun

       Mafia Migas Keruk Rp 250 Triliun

      JAKARTA – Hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak pada 2012-2014. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.

      Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, ada beberapa perusahaan yang memasok minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) kepada PT Pertamina (Persero) melalui Petral pada periode tersebut. Namun, setelah diaudit, kata Sudirman, semua pemasok tersebut berafiliasi pada satu badan yang sama. Badan itu menguasai kontrak US$ 6 miliar per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai US$ 40 miliar. “Ini nilai kontrak yang mereka kuasai, bukan keuntungan,” kata Sudirman kepada Tempo, kemarin.

      Sudirman enggan membeberkan grup usaha yang dia maksudkan. Namun dia menyebut perusahaan itu kerap menggunakan perusahaan perantara (fronting traders) dan perusahaan minyak milik negara (national oil company/NOC) untuk menggaet keuntungan lebih banyak. Akibat ulah mafia ini, kata dia, Pertamina tidak memperoleh harga terbaik dalam pengadaan minyak ataupun jual-beli produk BBM. Sudirman tengah mengkaji temuan tersebut untuk ditindaklanjuti secara hukum. “Proses pro-justitia masih kami pertimbangkan,” tuturnya.

      Sumber Tempo di Kementerian Energi mengatakan Petral menjadi kepanjangan tangan pihak ketiga untuk masuk proses pengadaan minyak. Menurut dia, pihak ketiga ini memiliki informan di tubuh Petral, yang membocorkan informasi pengadaan minyak, memunculkan perhitungan harga, serta mengatur tender. “Sebelum disampaikan ke peserta tender, si pembocor menyampaikannya dulu ke jaringan tersebut,” ujarnya.

      Saat dimintai konfirmasi, juru bicara Pertamina, Wianda Pusponegoro, mengakui adanya penguasaan kontrak oleh jaringan tertentu. “Hal ini menambah panjang rantai suplai sehingga harga beli minyak kurang kompetitif,” katanya. Namun dia enggan menyebutkan pihak ketiga yang disebut-sebut dalam audit itu.

      Ihwal adanya pembocor di tubuh Petral diakui oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto. Menurut Dwi, kebocoran informasi rahasia dan intervensi pihak eksternal ini mempengaruhi pengembangan bisnis, mitra secara tidak langsung, dan proses negosiasi oleh Petral. “Ini telah kami laporkan kepada pemerintah untuk diambil langkah lanjutan apabila diperlukan,” katanya, Senin lalu. ROBBY IRFANY | FERY F.

       

      +++++++

       

      KAMIS, 12 NOVEMBER 2015

      Istana Dorong Kasus Petral Dibawa ke KPK

      JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan hasil audit forensik Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) yang mengindikasikan penyelewengan dalam pengadaan minyak akan dilaporkan ke penegak hukum. “Namanya audit harus dilaporkan kalau ada penyelewengan,” ujar Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.

      Bila ada temuan korupsi, kata Kalla, hasil audit itu akan disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi, kalaupun tak berindikasi korupsi dan hanya ditemukan adanya penyelewengan, kata dia, tetap harus dilaporkan ke penegak hukum lainnya.

      Hasil audit oleh auditor independen KordaMentha terhadap anak perusahaan PT Pertamina (Persero) itu menyebutkan adanya anomali dalam pengadaan minyak oleh Petral pada 2012-2014. Jaringan mafia minyak dan gas (migas) diperkirakan telah mengeruk uang senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun dalam tiga tahun. Para pengeruk keuntungan itu ternyata berafiliasi ke satu badan yang sama.

      Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengungkapkan, perusahaan itu kerap menggunakan perusahaan perantara (fronting traders) dan perusahaan minyak milik negara (NOC) untuk mengeruk keuntungan lebih banyak.

      Akibat praktek mafia migas ini, menurut Sudirman, Pertamina tak memperoleh harga terbaik dalam pengadaan minyak. Dia kini sedang mengkaji temuan itu untuk ditindaklanjuti secara hukum. “Proses pro justitia masih kami pertimbangkan,” ucap dia, Selasa lalu.

      Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengaku siap menyidik kasus mafia migas asalkan Menteri Energi telah menyerahkan data valid kepada KPK. Apalagi dugaan adanya mafia migas ini sudah lama muncul. “Kami menunggu bahan dari Menteri Energi,” ucap Adnan.

      Sebagai upaya penegakan hukum, KPK akan bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan dalam mengusut dugaan mafia migas di Petral. “Kami siap menerima amanat dan mandat dari Menteri apabila sudah menerima datanya. (Data) masih di tangan beliau (Menteri Energi),” kata Adnan.

      Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti juga berharap laporan dan data tentang Petral sudah dikantongi Badan Reserse Kriminal Polri untuk bisa ditindaklanjuti. “Nanti kami lihat siapa yang pegang datanya. Bisa diserahkan ke saya kalau ada yang punya,” kata dia kepada Tempo.

      Presiden mengaku belum mendapat laporan hasil audit itu. Ia baru akan bertindak setelah mendapatkannya. “Petral sudah saya minta untuk diaudit. Kemudian hasil auditnya sudah selesai, tapi belum dilaporkan ke saya,” kata dia. TIKA PRIMANDARI I DEWI SUCI RAHAYU | ALI HIDAYAT | DIANANTA P. SUMEDI (BANJARMASIN) | RR ARIYANI


      Perusahaan Minyak Asing Tersangkut

      SEBELUM audit forensik terhadap Petral dilakukan, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi telah menemukan permainan mencurigakan oleh Petral dalam pengadaan minyak. Tim mengumpulkan data itu dari kurun waktu yang hampir sama dengan auditor KordaMentha, yakni 2012-2014. Salah satu permainan itu adalah pengadaan minyaknya dari perusahaan minyak negara (NOC).Ini beberapa nama NOC yang disebut dalam laporan Tim.

      1. Perusahaan trading milik NOC Malaysia, Petronas, digunakan untuk pengadaan High Speed Diesel Fuel 0,35 persen sulfur. Adapun pengapalannya dilakukan oleh Hin Leong Trading (PTE) Ltd atas nama Sinopec (Hong Kong) Petroleum Company Ltd.

      2. Petco Trading Labuan Company Ltd pada 2013 digunakan sebagai NOC untuk pengadaan Gasoil 0,35 persen sulfur yang pengapalannya dilakukan oleh SK Energy Co Ltd atas nama SK Energy International Pte Ltd.

      3. Pada 2013, Petco Trading Labuan Company Ltd juga digunakan sebagai NOC untuk pengadaan bahan bakar jet/kerosin. Tapi pengapalannya dilakukan AVTTI atas nama Vitol Asia Pte Ltd.

      4. Pada tahun lalu Petral melakukan beberapa pengadaan Gasoline RON 88 menggunakan kapal Akrotiri oleh Vopak atas pesanan Philips 56 International Trading Pte Ltd. RR. ARIYANI

      May 22, 2015

      Faisal Basri Sebut Paloh, Ical, dan Luhut TIdak Boleh Ikut Masuk ke BUMD Migas

      Kamis, 21 Mei 2015 | 13:33 WIB
      KOMPAS.com/INDRA AKUNTONOFaisal Basri.

      JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan ketua tim reformasi tata kelola migas Faisal Basri menegaskan, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sektor migas tidak boleh diganggu gugat dalam mengerjakan proyek.

      Dalam hal ini, seluruh proyek BUMD di dalam negeri tidak boleh dimasuki pihak swasta. “BUMD daerah tidak boleh ada swasta yang masuk dan akhirnya mengambil harapan kita,” ujar Faisal Basri di The 39th Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition, di JCC, Kamis (21/5/2015).

      Faisal dengan tegas menyebutkan banyak pejabat di lingkungan istana bisa masuk menyusup ke proyek-proyek migas yang dikerjakan BUMD. Faisal menyebutkan mulai dari Surya Paloh, Aburizal Bakrie (Ical), sampai Luhut Panjaitan tidak boleh masuk ke proyek BUMD migas.

      “Ada Surya Paloh, Aburizal Bakrie, Luhut Panjaitan. BUMD kita harus dipagari benar,” ungkap Faisal.

      Senada dengan Faisal Basri, Ketua Komite Eksplorasi Nasional Adang Bachtiar menyebutkan, sektor migas di dalam negeri sulit berkembang karena pengaruh politik dan orang-orang di dalamnya.

      “Hambatannya politik, ada kepentingan-kepentingan politik tadi sudah disebut Faisal Basri ada Suraya Paloh dan Ical,” ujar Adang Bachtiar. (Adiatmaputra Fajar Pratama)

      ++++
      Faisal Basri Sebut Paloh, Ical, dan Luhut TIdak Boleh Ikut Masuk ke BUMD Migas